بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
Alhamdulillah
sebentar lagi kita kembali memasuki bulan Ramadhan yang mulia. Di bulan
tersebut kita kembali diingatkan tentang pentingnya ketaqwaan, taqorrub
Illallah, dan Al-Qur’an. Semua pesan penting itu bermuara pada
penegakan syariah Islam dan Khilafah.
Ibarat samudera, Ramadhan
menyimpan sejuta mutiara kemuliaan, memendam perbendaharaan segala
keagungan dan di dalamnya bersemayam aneka kebesaran. Ramadhan juga
merupakan cakrawala curahan karunia Allah SWT, karena semua aktivitas
hamba yang beriman pada bulan tersebut dinilai sebagai ibadah. Kecil
yang dilakukan tetapi besar pahalanya di sisi Allah.
Fenomena Kemeriahan dalam Bulan Ramadhan
Semangat
kaum Muslimin dalam menyambut bulan mulia ini juga terlihat dengan
maraknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Ramadhan. Masjid-masjid dan
mushala pun makmur pada waktu malam. Kaum Muslim sangat antusias
mendatangi tempat tersebut. Mereka berbondong-bondong dengan mengenakan
pakaian khas. Yang pria mengenakan baju koko dan yang wanita
berkerudung. Artis-artis tak ketinggalan, berubah perilaku pada bulan
tersebut. Mereka yang sebelumnya jingkrak-jingkrak dan suka ngakak di
panggung hiburan di layar kaca mendadak alim. Kemana pun disorot kamera,
kealimannya terus ditampakkan. Anak-anak yatim pun diundang buka puasa
bersama di rumahnya. Kadang mereka mendatangi panti-panti asuhan untuk
menyampaikan sumbangan.
Para pejabat tinggi negara jadi gemar
mendatangi masjid. Mereka menyediakan makanan berbuka bagi karyawannya
yang harus melewatkan waktu maghrib di kantor, sekaligus buka puasa
bersama. Ini adalah hal yang jarang terjadi ketika bulan-bulan biasa.
Mal-mal dan pusat perbelanjaan tak ketinggalan. Mereka memutar lagu-lagu
bertema Islam. Pajangan-pajangan seronok pun disingkirkan diganti
dengan pajangan khas Ramadhan dan menyambut lebaran.
Suasana
Ramadhan bertambah semarak ketika stasiun-stasiun televisi menayangkan
tayangan-tayangan islami. Ramadhan menjadi salah satu acara yang dikemas
sedemikian rupa oleh stasiun televisi untuk mendatangkan iklan,
semata-mata untuk mengais keuntungan di tengah suasana ibadah. Walhasil,
nuansa Ramadhan begitu terasa mewarnai negeri berpenduduk Muslim
terbesar di dunia ini. Ramadhan menjadi kesempatan setahun sekali yang
begitu penting, seolah tak ada yang mau ketinggalan dengan suasana
Ramadhan ini.
Ramadhan sebagai Bulan Taqwa
Ketaqwaan,
jelas merupakan harapan yang muncul dari pelaksanaan shaum ini. Hal ini
dijelaskan Allah SWT dalam firmanNya, yang artinya: Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu
diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa. (TQS.
Al-Baqarah [2]: 183).
Inti taqwa adalah ketaatan dan sikap
hati-hati. Taat untuk menjalankan segala perkara yang diperintah Allah
SWT. Juga hati-hati, penuh khawatir, senantiasa mawas diri, kalau setiap
perbuatan yang dilakukan atau ditinggalkan akan menghantarkan kepada
siksa Allah SWT. Untuk taqwa jelas harus terikat pada syariah Allah SWT.
Karena itu tidak ada ketaqwaan sejati, tanpa terikat pada seluruh
syariah Allah SWT. Bulan Ramadhan juga adalah sarana lebih mendekatkan
diri kepada Allah SWT (taqorrub Ilallah). Kuncinya, tidak sama sekali
meninggalkan perkara yang wajib, tidak sama sekali melakukan perkara
yang haram, dan memperbanyak amalan sunnah. Semua juga bermuara pada
keterikatan pada syariah Islam.
Kesediaan kita untuk tunduk dan
patuh pada seluruh hukum syariah Islam inilah realisasi ketaqwaan dan
keshalihan personal kita. Secara personal, hukum syariah seperti:
shalat, puasa, zakat, memakai jilbab, berakhlak mulia, berkeluarga
secara islami; atau bermuamalah seperti: jual-beli, sewa-menyewa secara
syar’i dan sebagainya bisa dilaksanakan saat ini juga. Namun, dalam
konteks sosial, banyak hukum syariah yang saat ini seolah begitu sulit
dilakukan, seperti:
1. Peradilan/persanksian (misal: qishash, potong tangan bagi pencuri, cambuk/rajam bagi pezina, cambuk bagi peminum khamr, dsb)
2. Ekonomi (misal: hukum tentang kepemilikan, pengelolaan kekayaan milik umum, penghapusan riba dari semua transaksi, dsb)
3. Politik Luar Negeri (misal: dakwah ke luar negeri dan jihad/perang)
4. Kewarganegaraan (misal: hukum tentang status kafir dzimmi, musta’min, dan mu’ahad)
Kaum
Muslim sesungguhnya diperintahkan untuk menjalankan semua hukum syariah
tersebut. Kaum Muslim juga diperintahkan untuk memutuskan semua perkara
di tengah-tengah masyarakat dengan hukum-hukum Allah. Sebagaimana
hukum-hukum yang bersifat personal wajib dilaksanakan, demikian pula
dengan hukum-hukum yang bersifat sosial. Hanya saja hukum yang
terkaitann dengan pengaturan masyarakat di atas adalah kewenangan
penguasa/pemerintah, bukan kewenangan individual/personal.
Ramadhan, Bulan Al-Qur’an
Di
bulan Ramadhan ini, kita banyak diingatkan tentang Al Qur’an. Allah SWT
berfirman yang artinya: Bulan Ramadhan itu, adalah bulan yang di
dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia,
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang
haq dan yang batil). (TQS. Al-Baqarah [2]: 185).
Al-Qu’ran jelas
bukan sekedar dibaca, tapi Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang harus
diamalkan. Bersama As-Sunnah, Al-Qur’an menjadi sumber hukum syariah
Islam. Menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup berarti menjadikan
syariah Islam sebagai pengatur kehidupan kita dalam seluruh aspek
kehidupan. Lagi-lagi muaranya adalah syariah Islam. Karena itu bulan
Ramadhan sudah seharusnya lebih memperkokoh lagi perjuangan syariah
Islam. Karena itulah yang diharapkan dari kita, mau terikat dan tunduk
kepada syariah Islam. Sungguh dipertanyakan muslim yang shaum di bulan
Ramadhan tapi tidak mau tunduk kepada syariat Islam, bagaimana mungkin
bisa bertaqwa tanpa terikat syariat Islam. Dipertanyakan juga yang
banyak membaca Al- Qur’an di bulan Ramadhan, mengatakan Al-Qur’an
sebagai pedoman hidup, namun tidak mau diatur oleh syariah Islam.
Padahal syariah Islam merupakan pedoman hidup yang bersumber dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Ramadhan adalah Bulan Perjuangan Syariah dan Khilafah
Siapapun
yang bicara syariah Islam wajib, tapi tidak mau menerima kewajiban
Khilafah Islam, maka hal itu perlu dipertanyakan. Sebab bagaimana
mungkin syariah Islam bisa diterapkan secara menyeluruh kalau tidak ada
Khilafah sebagai institusi negaranya? Sistem apapun tidak akan bisa
diterapkan kalau tidak ada institusi negara.
Sistem Kapitalis
bisa tegak, karena ada negara Kapitalis yang menerapkannya. Sosialisme
bisa aplikatif, karena ada negara Sosialis. Sistem Islam juga sempurna
dan komprehensif begitu, tidak akan aplikatif kalau tidak ada negara
yang menerapkannya. Karena sulit menerima logika, syariah Islam bisa
diterapkan secara menyeluruh tanpa adanya negara.
Keberadaan
negara Khilafah juga akan membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT.
Sistem sekuler telah membuat kita split (terpecah) dan semakin
menjauhkan kita pada hukum-hukumNya. Ketika sholat menggunakan syariah
Islam, ekonomi kapitalis. Saat shaum berdasarkan syariah Islam, sistem
politik demokrasi. Sementara dengan keberadaan Khilafah seluruh aspek
kehidupan kita mulai dari ibadah mahdoh (sholat, shaum, zakat) sampai
mu’amalah seperti: politik, ekonomi, sosial, pendidikan, akan menjadi
sarana mendekatkan diri kepada Allah, karena semuanya berdasarkan
syariah Islam. Sebab, mendekatkan diri kepada Allah tentu saja dengan
jalan taat kepada hukum-hukumNya (syariah Islam).
Dari sini kita bisa
mengerti kenapa Syekh Ibnu Taimiyah dalam assiyasah-asysyar’iyah
mengatakan kewajiban mengangkat kepala negara (imamah/Khalifah) dimana
dengan itu manusia bisa taat kepada Allah dan Rasulullah merupakan
afdhulul qurubaat (sebaik-baik mendekatkan diri kepada Allah SWT). Sebab
ketika Khalifah menerapkan syariat Islam dalam seluruh kehidupan,
artinya setiap aspek kehidupan yang kita lakukan adalah bagian dari
ketaatan kepada Allah SWT.
Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan
Salah
satu yang dikhawatirkan Rasulullah saw. dari puasanya kaum Muslim,
yakni jika ibadah saum (puasa) terjebak pada rutinisme formal. Sekadar
menahan diri dari hal-hal yang membatalkan, seperti makan dan minum.
Dalam hal ini, menarik dicermati hadish yang diriwayatkan oleh Ibnu
Khuzaimah dari Abu Hurairah dan Ath- Thabrani dari Ibn Umar, bahwa
Rasulullah saw. bersabda,“Berapa banyak orang yang berpuasa, hasil yang
diperoleh dari puasanya hanyalah lapar dan hausnya saja.”
Beliau
juga menekankan puasa bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, tapi juga
harus menahan dari perbuatan dan perkataan sia-sia (al-laghwi) dan
perbuatan keji (ar-rafasi). Tidak heran kalau Rasulullah saw. pada bulan
Ramadhan justru banyak mencontohkan banyak keshalihan sosial seperti
memperbanyak sedekah. Bahkan, beberapa peperangan besar (jihad) justru
dilakukan di bulan Ramadhan seperti: Perang Badar dan penaklukan Mekah
(Fath Makkah).
Sebaliknya, coba kita evaluasi shaum kita saat
ini. Dengan berat hati kita bisa katakan shaum kita belumlah banyak
membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat kita, apalagi
membangkitkan masyarakat. Telah berapa kali Ramadhan kita lewati, tapi
umat tetap diliputi oleh berbagai persoalan berat seperti kemiskinan,
kebodohan, dan konflik, serta penjajahan negara-negara Kapitalis. Sering
kali kemaksiatan kembali berulang setelah Ramadhan berakhir. Mengapa
ini terjadi pada kita? Sepertinya kita khawatir puasa kita terjebak pada
rutinitas ritual. Padahal, seharusnya sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. dan sahabatnya, Ramadhan justru diisi dengan amal-amal
besar yang menyebar kebaikan bagi masyarakat.
Perang Badar dan
Fath Makkah merupakan akhir dari rezim penindas kafir Quraish yang
selalu menghalangi manusia untuk menerima cahaya Ilahi dengan bertauhid
kepada Allah. Rezim ini juga telah banyak menyengsarakan masyarakat
dengan kebijakan-kebijakan jahiliyahnya. Seperti memperlakukan budak
mereka dengan hina, menumbuhsuburkan pembunuhan terhadap anak-anak dan
wanita yang dianggap merupakan aib. Sistem sosial dan ekonomi yang rusak
pun dipraktikkan oleh rezim ini seperti kebiasaan curang dalam
perniagaan, dan legalisasi perzinaan. Dengan Perang Badar dan Fath
Makkah, kekuasaan rezim ini berakhir berganti dengan kekuasaan Islam
yang menyebar rahmat, kasih sayang, kebebasan, kesejahteraan, dan
keamanan.
Shaum Ramadhan seharusnya menjadi energi positif yang
didorong oleh kekuatan ruhiyyah untuk berbuat banyak bagi perubahan
masyarakat ke arah yang lebih baik. Sebagaimana ibadah lainnya, shaum
seharusnya lebih mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT (taqorrub
Ilallah). Perubahan itu tidak lain adalah dengan memperjuangkan syariah
dan Khilafah. Walhasil, marilah pada bulan ramadhan ini, kita lebih
memperkokoh lagi perjuangan penegakan syariah dan Khilafah. Sahabat
Rosulullah terdahulu telah membuktikan di bulan ramadhan justru mereka
lebih bersemangat dalam berjuang.
Khatimah
Jadikan
Ramadhan sebagai momentum untuk melakukan perubahan secara mendasar
terhadap seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan personal,
kemasyarakatan, dan negara melalui taqorrub Ilallah. saatnya kita
bangkit dengan menguatkan kembali kedekatan kita kepada Allah pada bulan
penuh berkah dan ampunan ini meraih kemenangan melalui perjuangan
penegakan Syariah dan Khilafah.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.
“aku
hanyalah seorang muslimin yang sedang belajar memperbaiki diri,
bersamaan dengan itu juga ingin mengajak orang lain memperbaiki diri.”
Terus bergerak, karena berproses bukan berarti diam . . .