بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Jumat, 19 Juli 2013

DEMI SEBELAH SAYAP NYAMUK
 
Bila saya menawarkan sebelah sayap nyamuk pada Anda, bersediakah Anda membelinya? Saya jual murah. Masih kurang? Saya jual dua-duanya, Anda dapat sepasang sayap. Bagaimana kalau dengan nyamuknya? Mau? Bagaimana kalau se-ons nyamuk, kembali, saya jual murah, cukup dengan dua ribu rupiah Anda mendapatkan 1 ons nyamuk.

Tidak. Saya tidak sedang gila, saya sedang mengingatkan kita semua, soal apa yang sudah, sedang dan kita cita-citakan dalam hidup kita di dunia. Entah mungkin Anda mengimpikan karir yang tertentu, CEO misalnya. Atau anda ingin memiliki perusahaan sendiri. Atau Anda memimpikan rumah yang asri dan nyaman seperti yang dimiliki Irjen Djoko Susilo lengkap dengan mobil mewahnya, dsb.

Saya ingatkan diri Anda dan diri saya yang acapkali liar, bahwa dunia dalam pandangan Allah ternyata tidak lebih dari sebelah sayap nyamuk. Binatang nan kotor, penyebar penyakit dan menyebalkan itu adalah ‘bobot’ dunia bagi Allah SWT. Itulah yang dipesankan Rasulullah saw. untuk kita semua.

لَوْكاَنَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَناَحَ بَعُوْضَةٍ، ماَ سَقَى كاَفِرًا مِنْهَا شُرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya dunia ini di sisi Allah punya nilai setara dengan sebelah sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum seorang kafir seteguk air pun.” (HR. At-Tirmidzi, dishahihkan Al-Imam Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 940).

Impian karir Anda, rumah idaman Anda, istri atau suami Anda yang rupawan, termasuk kendaraan mewah yang sudah Anda punyai atau sedang dalam impian, tidak lebih dari kualitas sebelah sayap nyamuk. Bayangkan, padahal untuk itu semua banyak effort yang sudah kita curahkan selama ini ternyata jatuh telak dalam deskripsi lisan Nabi kita yang mulia. Sebelah sayap nyamuk!

Hadits ini tidak bertujuan menjatuhkan mental kerja dan wirausaha kita, tapi sebagai sebuah marka dan rambu dalam kehidupan. Bahwa ada batas effort yang jangan dilewati karena bila berlebihan hasilnya sungguh tidak baik. Lagipula hasilnya sangat kecil dalam timbangan Allah.

Bukankah kalau kita mati itu semua tidak akan kita bawa ke alam baka? Kalau kita menghadap Allah kita pun tidak sambil mengendarai Ferari Spyder impian kita, atau sambil mengenakan jam tangan Rolex yang kita banggakan? Malah itu semua menjadi beban hisab di hadapan Allah?

Ada yang berkilah; kita perlu kaya raya untuk hidup makmur di dunia? Bukankah andai kita sakit maka membutuhkan uang untuk berobat? Rumah pun harus kita beli dengan uang? Bahkan beribadah pun harus dengan uang, seperti berhaji misalnya?

Oke, itu memang benar. Uang bisa membuat kita dirawat di rumah sakit, tapi bisakah uang membeli kesehatan dan panjang umur? Dengan uang kita bisa membeli rumah, tapi bisakah uang membeli rasa tenang dalam rumah? Dengan uang kita bisa menikah tapi bisakah uang membeli sakinah-mawaddah-wa rahmah? Dengan uang pula kita bisa beribadah haji, tapi bisakah uang membuat amal kita diterima oleh Allah? Bukankah bila tiada uang maka kita tidak wajib berhaji dan berzakat?

Sekarang marilah kita mengukur diri, bila kita mengerahkan effort yang begitu tinggi untuk ‘sebelah sayap nyamuk’ pernahkah kita mencurahkan effort yang sama untuk bangun di sepertiga malam terakhir setiap hari untuk bermunajat kepada Allah? Berusaha untuk shalat berjamaah setiap waktu di mesjid di manapun kita berada? Bila kita memimpikan memiliki rumah yang nyaman dan kendaraan yang bagus, pernahkah kita juga memimpikan menjadi juru dakwah yang bisa menerangi jalan gelap umat?

Saatnya kita down to earth, menyadari realita hidup sebenarnya yang serba sebentar dan cepat berlalu. Seperti firman Allah:
“(kehidupan dunia) seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu Lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”(QS. al-Hadid: 20).

Masya Allah, bila untuk ‘sebelah sayap nyamuk’ saja kita mau mengorbankan banyak hal dan mencurahkan pikiran serta tenaga, mengapa tidak untuk kehidupan yang lebih kekal dan membahagiakan di akhirat? Di dalam Jannah-Nya kelak? Mari sungkurkan diri di hadapan Allah, memohon ampunanNya, curahkan tenaga untuk kemuliaan agamaNya.
Ust. Iwan Januar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar