بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Jumat, 05 Juli 2013

MENYAMBUT RAMADHAN

RAMADHAN, SAATNYA MENYEMPURNAKAN KETAATAN...!!!!

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Alhamdulillah sebentar lagi kita kembali memasuki bulan Ramadhan yang mulia. Di bulan tersebut kita kembali diingatkan tentang pentingnya ketaqwaan, taqorrub Illallah, dan Al-Qur’an. Semua pesan penting itu bermuara pada penegakan syariah Islam dan Khilafah.

Ibarat samudera, Ramadhan menyimpan sejuta mutiara kemuliaan, memendam perbendaharaan segala keagungan dan di dalamnya bersemayam aneka kebesaran. Ramadhan juga merupakan cakrawala curahan karunia Allah SWT, karena semua aktivitas hamba yang beriman pada bulan tersebut dinilai sebagai ibadah. Kecil yang dilakukan tetapi besar pahalanya di sisi Allah.

Fenomena Kemeriahan dalam Bulan Ramadhan

Semangat kaum Muslimin dalam menyambut bulan mulia ini juga terlihat dengan maraknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Ramadhan. Masjid-masjid dan mushala pun makmur pada waktu malam. Kaum Muslim sangat antusias mendatangi tempat tersebut. Mereka berbondong-bondong dengan mengenakan pakaian khas. Yang pria mengenakan baju koko dan yang wanita berkerudung. Artis-artis tak ketinggalan, berubah perilaku pada bulan tersebut. Mereka yang sebelumnya jingkrak-jingkrak dan suka ngakak di panggung hiburan di layar kaca mendadak alim. Kemana pun disorot kamera, kealimannya terus ditampakkan. Anak-anak yatim pun diundang buka puasa bersama di rumahnya. Kadang mereka mendatangi panti-panti asuhan untuk menyampaikan sumbangan.

Para pejabat tinggi negara jadi gemar mendatangi masjid. Mereka menyediakan makanan berbuka bagi karyawannya yang harus melewatkan waktu maghrib di kantor, sekaligus buka puasa bersama. Ini adalah hal yang jarang terjadi ketika bulan-bulan biasa. Mal-mal dan pusat perbelanjaan tak ketinggalan. Mereka memutar lagu-lagu bertema Islam. Pajangan-pajangan seronok pun disingkirkan diganti dengan pajangan khas Ramadhan dan menyambut lebaran.

Suasana Ramadhan bertambah semarak ketika stasiun-stasiun televisi menayangkan tayangan-tayangan islami. Ramadhan menjadi salah satu acara yang dikemas sedemikian rupa oleh stasiun televisi untuk mendatangkan iklan, semata-mata untuk mengais keuntungan di tengah suasana ibadah. Walhasil, nuansa Ramadhan begitu terasa mewarnai negeri berpenduduk Muslim terbesar di dunia ini. Ramadhan menjadi kesempatan setahun sekali yang begitu penting, seolah tak ada yang mau ketinggalan dengan suasana Ramadhan ini.

Ramadhan sebagai Bulan Taqwa

Ketaqwaan, jelas merupakan harapan yang muncul dari pelaksanaan shaum ini. Hal ini dijelaskan Allah SWT dalam firmanNya, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana puasa itu diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa. (TQS. Al-Baqarah [2]: 183).

Inti taqwa adalah ketaatan dan sikap hati-hati. Taat untuk menjalankan segala perkara yang diperintah Allah SWT. Juga hati-hati, penuh khawatir, senantiasa mawas diri, kalau setiap perbuatan yang dilakukan atau ditinggalkan akan menghantarkan kepada siksa Allah SWT. Untuk taqwa jelas harus terikat pada syariah Allah SWT. Karena itu tidak ada ketaqwaan sejati, tanpa terikat pada seluruh syariah Allah SWT. Bulan Ramadhan juga adalah sarana lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT (taqorrub Ilallah). Kuncinya, tidak sama sekali meninggalkan perkara yang wajib, tidak sama sekali melakukan perkara yang haram, dan memperbanyak amalan sunnah. Semua juga bermuara pada keterikatan pada syariah Islam.

Kesediaan kita untuk tunduk dan patuh pada seluruh hukum syariah Islam inilah realisasi ketaqwaan dan keshalihan personal kita. Secara personal, hukum syariah seperti: shalat, puasa, zakat, memakai jilbab, berakhlak mulia, berkeluarga secara islami; atau bermuamalah seperti: jual-beli, sewa-menyewa secara syar’i dan sebagainya bisa dilaksanakan saat ini juga. Namun, dalam konteks sosial, banyak hukum syariah yang saat ini seolah begitu sulit dilakukan, seperti:
1. Peradilan/persanksian (misal: qishash, potong tangan bagi pencuri, cambuk/rajam bagi pezina, cambuk bagi peminum khamr, dsb)
2. Ekonomi (misal: hukum tentang kepemilikan, pengelolaan kekayaan milik umum, penghapusan riba dari semua transaksi, dsb)
3. Politik Luar Negeri (misal: dakwah ke luar negeri dan jihad/perang)
4. Kewarganegaraan (misal: hukum tentang status kafir dzimmi, musta’min, dan mu’ahad)

Kaum Muslim sesungguhnya diperintahkan untuk menjalankan semua hukum syariah tersebut. Kaum Muslim juga diperintahkan untuk memutuskan semua perkara di tengah-tengah masyarakat dengan hukum-hukum Allah. Sebagaimana hukum-hukum yang bersifat personal wajib dilaksanakan, demikian pula dengan hukum-hukum yang bersifat sosial. Hanya saja hukum yang terkaitann dengan pengaturan masyarakat di atas adalah kewenangan penguasa/pemerintah, bukan kewenangan individual/personal.

Ramadhan, Bulan Al-Qur’an

Di bulan Ramadhan ini, kita banyak diingatkan tentang Al Qur’an. Allah SWT berfirman yang artinya: Bulan Ramadhan itu, adalah bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia, penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang haq dan yang batil). (TQS. Al-Baqarah [2]: 185).

Al-Qu’ran jelas bukan sekedar dibaca, tapi Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang harus diamalkan. Bersama As-Sunnah, Al-Qur’an menjadi sumber hukum syariah Islam. Menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup berarti menjadikan syariah Islam sebagai pengatur kehidupan kita dalam seluruh aspek kehidupan. Lagi-lagi muaranya adalah syariah Islam. Karena itu bulan Ramadhan sudah seharusnya lebih memperkokoh lagi perjuangan syariah Islam. Karena itulah yang diharapkan dari kita, mau terikat dan tunduk kepada syariah Islam. Sungguh dipertanyakan muslim yang shaum di bulan Ramadhan tapi tidak mau tunduk kepada syariat Islam, bagaimana mungkin bisa bertaqwa tanpa terikat syariat Islam. Dipertanyakan juga yang banyak membaca Al- Qur’an di bulan Ramadhan, mengatakan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, namun tidak mau diatur oleh syariah Islam. Padahal syariah Islam merupakan pedoman hidup yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Ramadhan adalah Bulan Perjuangan Syariah dan Khilafah

Siapapun yang bicara syariah Islam wajib, tapi tidak mau menerima kewajiban Khilafah Islam, maka hal itu perlu dipertanyakan. Sebab bagaimana mungkin syariah Islam bisa diterapkan secara menyeluruh kalau tidak ada Khilafah sebagai institusi negaranya? Sistem apapun tidak akan bisa diterapkan kalau tidak ada institusi negara.

Sistem Kapitalis bisa tegak, karena ada negara Kapitalis yang menerapkannya. Sosialisme bisa aplikatif, karena ada negara Sosialis. Sistem Islam juga sempurna dan komprehensif begitu, tidak akan aplikatif kalau tidak ada negara yang menerapkannya. Karena sulit menerima logika, syariah Islam bisa diterapkan secara menyeluruh tanpa adanya negara.

Keberadaan negara Khilafah juga akan membuat kita semakin dekat dengan Allah SWT. Sistem sekuler telah membuat kita split (terpecah) dan semakin menjauhkan kita pada hukum-hukumNya. Ketika sholat menggunakan syariah Islam, ekonomi kapitalis. Saat shaum berdasarkan syariah Islam, sistem politik demokrasi. Sementara dengan keberadaan Khilafah seluruh aspek kehidupan kita mulai dari ibadah mahdoh (sholat, shaum, zakat) sampai mu’amalah seperti: politik, ekonomi, sosial, pendidikan, akan menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah, karena semuanya berdasarkan syariah Islam. Sebab, mendekatkan diri kepada Allah tentu saja dengan jalan taat kepada hukum-hukumNya (syariah Islam).
Dari sini kita bisa mengerti kenapa Syekh Ibnu Taimiyah dalam assiyasah-asysyar’iyah mengatakan kewajiban mengangkat kepala negara (imamah/Khalifah) dimana dengan itu manusia bisa taat kepada Allah dan Rasulullah merupakan afdhulul qurubaat (sebaik-baik mendekatkan diri kepada Allah SWT). Sebab ketika Khalifah menerapkan syariat Islam dalam seluruh kehidupan, artinya setiap aspek kehidupan yang kita lakukan adalah bagian dari ketaatan kepada Allah SWT.

Meraih Kemenangan di Bulan Ramadhan

Salah satu yang dikhawatirkan Rasulullah saw. dari puasanya kaum Muslim, yakni jika ibadah saum (puasa) terjebak pada rutinisme formal. Sekadar menahan diri dari hal-hal yang membatalkan, seperti makan dan minum. Dalam hal ini, menarik dicermati hadish yang diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah dan Ath- Thabrani dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah saw. bersabda,“Berapa banyak orang yang berpuasa, hasil yang diperoleh dari puasanya hanyalah lapar dan hausnya saja.”

Beliau juga menekankan puasa bukanlah sekadar menahan lapar dan haus, tapi juga harus menahan dari perbuatan dan perkataan sia-sia (al-laghwi) dan perbuatan keji (ar-rafasi). Tidak heran kalau Rasulullah saw. pada bulan Ramadhan justru banyak mencontohkan banyak keshalihan sosial seperti memperbanyak sedekah. Bahkan, beberapa peperangan besar (jihad) justru dilakukan di bulan Ramadhan seperti: Perang Badar dan penaklukan Mekah (Fath Makkah).

Sebaliknya, coba kita evaluasi shaum kita saat ini. Dengan berat hati kita bisa katakan shaum kita belumlah banyak membawa perubahan yang berarti bagi masyarakat kita, apalagi membangkitkan masyarakat. Telah berapa kali Ramadhan kita lewati, tapi umat tetap diliputi oleh berbagai persoalan berat seperti kemiskinan, kebodohan, dan konflik, serta penjajahan negara-negara Kapitalis. Sering kali kemaksiatan kembali berulang setelah Ramadhan berakhir. Mengapa ini terjadi pada kita? Sepertinya kita khawatir puasa kita terjebak pada rutinitas ritual. Padahal, seharusnya sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dan sahabatnya, Ramadhan justru diisi dengan amal-amal besar yang menyebar kebaikan bagi masyarakat.

Perang Badar dan Fath Makkah merupakan akhir dari rezim penindas kafir Quraish yang selalu menghalangi manusia untuk menerima cahaya Ilahi dengan bertauhid kepada Allah. Rezim ini juga telah banyak menyengsarakan masyarakat dengan kebijakan-kebijakan jahiliyahnya. Seperti memperlakukan budak mereka dengan hina, menumbuhsuburkan pembunuhan terhadap anak-anak dan wanita yang dianggap merupakan aib. Sistem sosial dan ekonomi yang rusak pun dipraktikkan oleh rezim ini seperti kebiasaan curang dalam perniagaan, dan legalisasi perzinaan. Dengan Perang Badar dan Fath Makkah, kekuasaan rezim ini berakhir berganti dengan kekuasaan Islam yang menyebar rahmat, kasih sayang, kebebasan, kesejahteraan, dan keamanan.

Shaum Ramadhan seharusnya menjadi energi positif yang didorong oleh kekuatan ruhiyyah untuk berbuat banyak bagi perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik. Sebagaimana ibadah lainnya, shaum seharusnya lebih mendekatkan diri manusia kepada Allah SWT (taqorrub Ilallah). Perubahan itu tidak lain adalah dengan memperjuangkan syariah dan Khilafah. Walhasil, marilah pada bulan ramadhan ini, kita lebih memperkokoh lagi perjuangan penegakan syariah dan Khilafah. Sahabat Rosulullah terdahulu telah membuktikan di bulan ramadhan justru mereka lebih bersemangat dalam berjuang.

Khatimah

Jadikan Ramadhan sebagai momentum untuk melakukan perubahan secara mendasar terhadap seluruh aspek kehidupan, baik kehidupan personal, kemasyarakatan, dan negara melalui taqorrub Ilallah. saatnya kita bangkit dengan menguatkan kembali kedekatan kita kepada Allah pada bulan penuh berkah dan ampunan ini meraih kemenangan melalui perjuangan penegakan Syariah dan Khilafah.
Wallahu a’lam bi ash-shawab.

“aku hanyalah seorang muslimin yang sedang belajar memperbaiki diri, bersamaan dengan itu juga ingin mengajak orang lain memperbaiki diri.”

Terus bergerak, karena berproses bukan berarti diam . . .


http://pemikir-ideologis.blogspot.com/2010/07/ramadhan-saatnya-menyempurnakan.html?spref=fb

Tidak ada komentar:

Posting Komentar