بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Kamis, 17 Oktober 2013

Sesungguhnya WANITA itu CANTIK



 

 

 

 

 

 

Ada cara yang mudah dan murah untuk membuat perempuan cantik, meskipun secara fisik mereka kurang menarik. Yang pertama kali harus dilakukan adalah mendefinisikan kembali makna cantik tersebut. Cantik bukan masalah fisik semata. Kecantikan sejati juga bisa diraih dengan memaknakan kecantikan sebagai berikut:

1. Kecantikan perempuan ada dalam iman taqwanya yang menyejukkan mata kaum laki-laki.
Seorang perempuan yang menghias jasmaninya dengan iman dan taqwa akan memancarkan cahaya surga. Dengan kepatuhannya menjalankan ibadah, ia akan memesona.Yang kuasa akan memberikannya kecantikan abadi, magnet alami. Tak perlu kosmetik, parfum atau penampilan berlebih, laki-laki akan tertarik padanya.
 
2. Kecantikan perempuan ada pada kehangatan sikapnya yang mampu menggetarkan sensifitas dan kecintaan pria.
Secara umum laki-laki memang responsif terhadap perempuan yang bagus fisiknya. Tapi ketertarikan itu tak kekal, bisa membuat laki-laki bosan. Kehangatan kasih sayang dan cinta kasih yang tuluslah yang akan membuat sang pria nyaman berada di sisinya. Tak bisa melupakannya.
 
3. Kecantikan Perempuan ada pada kelembutan sikapnya
Kelembutan bukan berarti lembek dan manja. Kelembutan seperti roti. Meskipun sedikit, tapi mengenyangkan. Dari toko roti manapun roti berasal, ia tetap lembut. Jadi perempuan dari suku manapun bisa tetap lembut, pada pasangannya, pada anak-anaknya. Asalkan ia mau berusaha.
 
4. Kecantikan perempuan berada dalam pandangannya yang teduh dan suaranya yang hangat.
Walau mata tak seindah bintang kejora, setiap perempuan bisa memiliki mata embun. Teduh. Sejuk. Tak gampang emosi. Menyikapi tingkah laku sekitarnya secara bijak. Ia selau berprasangka baik. Perkatannya bukan pisau yang menikam. Perkataannya adalah bara yang menyalakan semangat di dada. Tak ada kata sia-sia yang terucap dari bibirnya.
 
5. Kecantikan perempuan berada dalam senyumannya yang menambah kecantikannya dan membuat gembira hati orang yang melihatnya.
Senyum adalah sedekah. Murah senyum tanpa bermaksud menggoda apalagi berlebihan bisa membuat wajah indah. Meskipun berwajah rupawan, tapi jika malas tersenyum, hanya aura negatif yang akan ditangkap oleh orang-orang di sekitarnya
 
6. Kecantikan perempuan berada pada intelektualitasnya
Ukuran intelektual bukan pada gelar sarjananya atau di mana ia pernah menuntut. Banyak ilmu-ilmu yang bisa dipungut dari sekitar, yang membuat si perempuan mejadi cerdas. Kehidupan adalah sekolah yang tak pernah tamat sebelum ajal menjelang. Tak ada sekolah untuk menjadi istri yang baik. Tak ada universitas yang melahirkan ibu yang baik. Ruang dan waktulah yang akan menempa perempuan menjadi istri dan ibu yang baik.
 
7. Kecantikan perempuan berada pada seberapa jauh pengetahuannya akan tanggung jawabnya terhadap keluarga, rumah, anak-anak , masyarakat dan umat manusia.
Perempuan adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya. Seberapa jauh pengetahuan seorang perempuan akan terlihat dari tingkah laku keluarganya. Ia selalu berusaha menjadi orang yang bermanfaat bagi sekitarnya. Mengambil peran penting dalam rangka memperbaiki lingkungan. Lihatlah laki-laki sukses di jagat raya. Dibalik kesuksesannya, pasti ada perempuan tangguh yang menemaninya. Menjadi pendukung nomor satu, tempat kembali saat sang pahlawan lelah berjuang.
 
8. Kecantikan perempuan berada pada kemampuan dan keinginannya untuk memberi.
Orang bisa miskin harta, tapi ia bisa kaya hati. Selalu memberi, tanpa mengharap imbalan yang berarti. Ia senang ketika orang lain senang. Ia sedih ketika orang lain sedih. Kemurahan hatinya membuat wajahnya bersinar. Membuat ia selalu dirindukan, meskipun sosoknya biasa-biasa saja.
 
Sahabatku…
Kecantikan-kecantikan ini sifatnya abadi.
Akan dikenang meskipun si perempuan telah tiada.
Tidak seperti kecantikan lahiriah yang sementara.
Setelah tua, ketika senja menyapa, ia tak menarik lagi.
Manakah yang akan Anda pilih?
Kecantikan sementara atau kecantikan abadi?

Rabu, 09 Oktober 2013

Perilaku Jahat Penghuni Neraka

 

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. Orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka” 
(TQS Ibrahim [14]: 28-30).


            Kesudahan nasib manusia di akhirat amat ditentukan oleh tindakan mereka sendiri selama hidup di dunia. Ayat ini adalah di antara yang menjelaskan realitas tersebut secara gamblang. Perilaku orang-orang yang menjerumuskan diri mereka dan orang lain di neraka jahannam digambarkan ayat ini. Dengan gambaran tersebut, diharapkan manusia terhindar dari perilaku buruk yang mengantarkan kepada neraka tersebut.
Mengganti Nikmat dengan Kufur
Allah SWT berfirman: Alam tara ilâ al-ladzîna baddalû ni’matal-Lâh kufr[an] (tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar ni`mat Allah dengan kekafiran). Imam al-Qurthubi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang yang diceritakan dalam ayat ini adalah musyrik Quraisy. Menurut al-Syaukani dalam tafsirnya, Fath al-Qadîr, ini merupakan pendapat jumhur mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud mereka dalam ayat ini adalah kafir Makkah. Ayat ini juga turun berkaitan dengan mereka.
Meskipun demikian, ditegaskan Ibnu Katsir bahwa makna ayat ini bersifat umum mencakup semua orang kafir. Sebab, Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta dan nikmat bagi manusia. Barangsiapa yang menerima dan mensyukurinya, masuk surga. Sebaliknya, siapa saja yang menolak dan mengingkarinya, maka masuk neraka. Penjelasan senada juga dikemukakan al-Hasan. Sebagaimana dikutip al-Qurthubi, al-Hasan mengatakan bahwa ayat ini meliputi semua orang musyrik.
Ini merupakan khithâb (seruan) yang ditujukan kepada Rasulullah SAW dan semua orang yang tepat dengan seruan tersebut. Seruan tersebut mengandung makna ta’jîb (memunculkan rasa heran) pada diri Raslullah SAW terhadap orang-orang kafir yang melakukan sejumlah perilaku buruk dan jahat yang menyebabkan mereka sengsara.
Perbuatan buruk pertama yang disebutkan adalah: baddalû ni’matal-Lâh kufr[an] (orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran). Menurut Fakhruddin al-Razi ada tiga kemungkinan maksud dari ‘mengganti nikmat Allah dengan kekufuran’. Pertama, mereka mengganti sikap syukur mereka kepada nikmat Allah dengan kekufuran. Ketika mereka diwajibkan mensyukuri kenikmatan, tetapi mereka justru melakukan kekufuran. Seolah-olah mereka telah mengubah dan mengganti total syukur dengan kekufuran.
Kedua, yang mereka tukar adalah nikmat Allah SWT itu sendiri dengan kekufuran. Pasalnya, mereka telah mengingkari kenikmatan tersebut, kemudian Allah SWT mencabut nikmat itu dari mereka. Sehingga, yang tersisa hanya kekufuran sebagai pengganti kenikmatan.
Ketiga, sesungguhnya Allah SWT memberi kenikmatan kepada mereka berupa Rasul SAW dan Alquran. Namun mereka lebih memilih kekufuran daripada keimanan. Dijelaskan juga oleh al-Thabari, makna telah menukar kenikmatan Allah dengan kekufuran; bahwa Allah SWT telah memberikan kenikmatan kepada Quraisy dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW dari kalangan mereka dan menjadi rasul yang memberikan rahmat bagi mereka. Namun mereka mengingkari dan mendustakannya; sehingga mereka menukar kenikmatan Allah dengan kekufuran. Ituah perbuatan dan perilaku buruk mereka.
 Menjerumuskan Pengikutnya ke Neraka
Perbuatan buruk mereka yang kedua adalah: Wa ahallû qawmahum dâr al-bawâr (dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?). Kata ahallû qawmahum dalam ayat ini berarti   anzalûhum (menjatuhkan, menjerumuskan mereka). Menjerumuskan kaum mereka adalah dengan menghalangi mereka (untuk mengimani kenikmatan Allah SWT itu). Demikian  penjelasan Abdurrahman al-Sa’di. Sedangkan yang dimaksud dengan qawmahum, menurut al-Zamakhsyari dalam tafsirnya, al-Kasysyâf, adalah orang-orang yang mengikuti mereka atas kekufuran. Tak jauh berbeda, Ibnu ‘Athiyah juga menafsirkan qawmahum sebagai orang-orang yang menaati mereka.
Kaum yang mengikuti mereka itu pun dijerumuskan ke dalam dâr al-bawâr. Diterangkan oleh banyak mufassir, kata al-bawâr berarti al-halâk (kebinasaan). Sehingga dâr al-bawâr berarti dâr al-halâk (tempat kebinasaan, kehancuran). Yang dimaksud dengan lembah kebinasaan diterangkan dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman: Jahannam yashlawnahâ (yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya).
Menurut al-Zamakhsyari, kata Jahannam merupakan athf al-bayân (menambahkan kata baru yang berfungsi sebagai penjelas). Itu artinya, yang dimaksud dengan dâr al-bawâr adalah Jahannam. Demikian penjelasan para mufassir, seperti Ibnu Zaid, sebagaimana dikutip al-Qurthubi dalam tafsirnya, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân. Dikatakan juga oleh al-Samarqandi, bahwa frasa: Jahannam yashlawnahâ (neraka Jahannam yang mereka masuki) berarti mereka masuk ke dalamnya di akhirat.
Kemudian ditegaskan dengan firman-Nya: Wabi`sa al-qarâr (dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman). Kata bi`sa merupaka kata yang digunakan untuk celaan terhadap segala sesuatu. Sedangkan kata al-qarâr di sini berarti al-mustaqarr (tempat kediaman). Sehingga bi`sa al-qarâr berarti tempat kembali yang paling buruk. Dikatakan al-Samarqandi, bi`sa al-qarâr berarti bi`sa al-mustaqarr Jahannam (seburuk-buruknya tempat kediaman adalah adalah neraka Jahannam).
Menjadikan Sekutu bagi Allah SWT
Perbuatan buruk ketiga yang mereka lakukan adalah: Waja’alû lil-Lâh andâd[an] liyudhillû ‘an sabîlihi (orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya). Kata andâd[an] merupakan bentuk jamak dari kata nidd[an]. Dijelaskan Fakhruddin al-Razi, yang dimaksud dengan al-andâd adalah al-asybâh wa al-syurakâ` (serupa dan sekutu). Menurutnya, sekutu yang dimaksudkan mengndung tiga kemungkinan makna.
Pertama, mereka memberikan bagian tertentu untuk berhala dalam kenikmatan yang dianugerahkan Allah SWT kepada mereka. Contoh ucapan mereka dalam ini adalah: Ini untuk Allah, dan ini untuk sekutu-sekutu kami. Kedua, mereka menyekutukan antara berhala dan al-Khaliq dalam peribadatan. Dan ketiga, mereka menyampaikan secara terang-terangan keberadaan sekutu bagi Allah. Ucapan mereka dalam hal ini seperti ketika berhaji: Labayka lâ syarîka laka illâ syarîka huwa laka tamlikuhu wa mâ milk (kami menghadiri panggilanmu, tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu).
Menjadikan sekutu selain Allah SWT jelas merupakan kesesatan. Selain membuat mereka tersesat, tindakan tersebut juga dapat menyesatkan orang lain. Ini ditegaskan dalam frasa selanjutnya: liyudhillû ‘an sabîlihi. Mereka menyesatkan manusia dari sabîlihi. Pengertian sabîlihi adalah dînihi (agama-Nya). Sehingga, sebagaimana dijelaskan al-Samarqandi, frasa tersebut bermakna: liyushrifû al-nâs ‘an dîn al-Islâm (untuk memalingkan manusia dari agama Islam). Dikatakan juga oleh Ibnu Katsir, di samping telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang mereka sembah, mereka juga mengajak manusia untuk melakukan hal yang sama.  
Kemudian Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk menyampaikan ancaman terhadap mereka: Qul tamatta’û (katakanlah: “Bersenang-senanglah kamu). Artinya, bersnang-senanglah di dunia dengan kekufuran kalian. Kalimat ini, sekalipun menggunakan shîghah fi’l al-amr (bentuk kata perintah), akan tetapi menghasilkan makna al-tahdîd wa al-wa’îd (ancaman). Makna ini dapat disimpulkan dari kalimat berikutnya: Fainna mashîrakum ilâ al-nâr (karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka”). Ini sebagaimana firman Allah SWT: Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (TQS Fushilat [41]: 40). Dijelaskan Imam al-Qurthubi, ancaman terhadap mereka ini mengisyaratkan sedikitnya kenikmatan dunia. Pasalnya, kenikmatan dunia tersebut terputus.
Kata mashîrakum berarti maruddukum wa marji’ukum (tempat kembali kalian). Sehingga ayat ini berarti: Tempat kembali kalian di akhirat kelak adalah neraka Jahannam. Bukan yang lain. Inilah balasan yang setimpal atas kejahatan dan kekufuran mereka di dunia. Diterangkan Ibni Katsir, ayat ini sebagaimana firman Allah SWT: Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras (TQS Lukman [31]: 24). Juga firman Allah SWT: (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka (TQS Yunus [10]: 70).
Demikianlah perilaku jahat orang-orang kafir selama di dunia. Kenikmatan yang Allah SWT anugerahkan kepada mereka tidak disyukuri. Di antara kenikmatan besar adalah diutusnya Rasulullah SAW dan risalah yang  beliau bawa, Islam. Kenikmatan tersebut mereka tolak dan ingkari. Mereka sendirilah mengubah kenikmatan dengan kekufuran, yang akhirnya berbuah kesengsaraan. Mereka dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Tak berhenti pada dirinya. Mereka memalingkan manusia dari Islam dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Semoga kita termasuk yang terselamatkan dari proganda sesat mereka. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

http://hizbut-tahrir.or.id/2013/05/17/perilaku-jahat-penghuni-neraka/

Nafâits Tsamârat: Hati-hati Kehilangan Surga

 

Seorang lelaki di antara orang-orang shalih melakukan shalat malam. Kemudian ia membaca firman Allah SWT:

وَسَارِعُواْ إِلَى مَغْفِرَةٍ مِّن رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ

Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” (TQS. Ali Imran [3] : 133).

Lelaki tersebut terus mengulang bacaan ayat itu sambil menangis hingga pagi. Dikatakan padanya: “Sungguh sebuah ayat telah membuatmu menangis. Mengapa ayat seperti itu membuatmu menangis. Padahal ia menjelaskan bahwa surga itu luas dan lebar.”  Lelaki itu berkata: “Wahai putra saudaraku (keponakanku)! Betapapun luasnya surga itu, tidak ada gunanya bagiku jika aku di sana tidak memiliki tempat pijakan bagi kedua kakiku.”
Siapakah seseorang yang lebih butuh untuk menangis dan lebih dekat pada penderitaan dari pada seseorang yang menyakini bahwa surga tempat kembalinya dan kenikmatan tempat peristirahatannya. Kemudian yang ia dapati justru berbeda dari apa yang telah ia yakini; atau seorang yang telah kehilangan ketaatan yang membuka jalannya menuju surga dan yang mendekatkannya pada surga.
Dalam hal ini, seperti menagisnya Yunus bin Ubaid ketika menjelang kematiannya ia memandangi kedua kakinya sambil menangis. Dikatakan kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Yunus berkata: “Kedua kakiku tidak ada bekas debu bahwa keduanya telah digunakan di jalan Allah!”.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 16/02/2011.

http://hizbut-tahrir.or.id/2011/02/17/nafaits-tsamarat-hati-hati-kehilangan-surga/

Senin, 07 Oktober 2013

Wudhu dan Berdoalah Sebelum Tidur, Karena Orang Bisa Meningal Saat Tidur

 

Oleh: Badrul Tamam
Kematian bisa datang kapan saja. Datangnya tanpa ada pemberitahuan. Karenanya seorang hamba Allah yang beriman akan senantiasa bersiap diri kapan saja untuk menghadapi kematian dengan berbekal takwa dan ketaatan.
Kita yakin bahwa kematian pasti akan darang, sudah ada ketetapannya di sisi Arrahman. Kita juga meyakini bahwa ilmu tentangnya -di mana dan kapan terjadinya- manjadi ilmu rahasia, Mafatihul Ghaib (kunci-kunci keghaiban) yang hanya diketahui oleh-Nya. Allah Ta'ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ عِنْدَهُ عِلْمُ السَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ الْغَيْثَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْأَرْحَامِ وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ مَاذَا تَكْسِبُ غَدًا وَمَا تَدْرِي نَفْسٌ بِأَيِّ أَرْضٍ تَمُوتُ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
"Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (QS. Luqman: 34)
...Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpesan agar banyak-banyak mengingat kematian...
Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berpesan agar banyak-banyak mengingat kematian karena besarnya manfaat yang ditimbulkannya sehingga bisa menyadarkan kembali orang yang lalai, menghidupkan kembali hati yang sakit, dan membuat seseorang zuhud dari dunia serta tidak rakus dan tamak terhadapnya.
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اَللَّذَّاتِ: اَلْمَوْتِ
"Perbanyaklah mengingat sesuatu yang menghilangkan kenikmatan, yaitu kematian." (HR. At-Tirmidzi no. 2307; an Nasai 4/4; dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).
Orang Bisa Meninggal Saat Tidur
Penulis teringat kejadian yang menimpa tetangga di daerah Demak-Jawa Tengah pada awal 90-an. Kala itu, acara televisi yang bisa diakses hanya Televisi Republik Indonesia (TVRI) saja. Ada sebuah acara yang menjadi favorit masyarakat desa, yaitu Aneka Ria Safari. Acara yang berisi nyanyi-nyanyian jahilayah tersebut senantiasa dinanti-nantikan kehadirannya.
Sehabis Isya' tepat ketua Rukun Warga (RW) di lingkungan saya berpesan kepada istrinya untuk dibangunkan saat acara Aneka Ria Safari mulai. Ketika mendekati jam tayangnya, sang istri bergegas membangunkan suaminya. Namun, sang suami tidak lantas bergegas bangun untuk menyaksikan acara yang dinanti-nantikannya itu. "Bablas" masyarakat saya menyebutnya, yaitu tidur yang tidak akan pernah bangun lagi di dunia alias meninggal dunia.
...Kematian bisa datang saat manusia sedang tidur. Bahkan dalam beberapa ayat menyebut tidur sebagai kematian...
Kejadian tersebut menjadi bukti bahwa kematian juga bisa datang saat manusia sedang tidur. Bahkan dalam beberapa ayat disebutkan bahwa tidur disebut dengan kematian yang menunjukkan hubungan dekat keduanya, seolah tidur adalah saudara kandung dari kematian. Karena saat tidur akal dan gerakan kita hilang laksana mati. Allah Ta'ala berfirman,
وَهُوَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ بِاللَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَا جَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ يَبْعَثُكُمْ فِيهِ لِيُقْضَى أَجَلٌ مُسَمًّى ثُمَّ إِلَيْهِ مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
"Dan Dialah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan, kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa yang dahulu kamu kerjakan." (QS. Al An'am: 60).
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir." (QS. Al-Zumar: 42)
Gangguan Tidur yang Bisa Menyebebkan Kematian
Dalam dunia medis dikenal istilah Sleep Apnea atau henti napas sejenak saat tidur akibat terganggunya saluran pernapasan. Dan ternyata kejadian ini bisa berakibat fatal, yakni kematian akibat berkurangnya oksigen pada tubuh, seperti dikutip dari laman Methode of Health.
Penelitian terkini menunjukkan sleep apnea meningkatkan risiko kematian dini pada orang dewasa dan manula. Hal ini terjadi karena penderita sleep apnea mengalami gangguan sumbatan pernapasan saat tidur hingga bisa terjadi henti napas. Gejala ganggun ini yang paling mudah dikenali adalah tidur mendengkur.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Dr.Naresh Punjabi, dari John Hopkins University School of Medicine, Baltimore, AS, gangguan tidur ini meningkatkan risiko kematian hingga 40 persen. Sleep apnea menyebabkan jumlah oksigen yang beredar dalam tubuh berkurang sehingga jantung bekerja lebih keras. Hal ini jika berlangsung berkepanjangan bisa memicu serangan jantung atau stroke.
...gangguan tidur ini meningkatkan risiko kematian hingga 40 persen. Sleep apnea menyebabkan jumlah oksigen yang beredar dalam tubuh berkurang sehingga jantung bekerja lebih keras...
Dalam melakukan penelitiannya, tim yang dipimpin dokter Punjabi ini meneliti   pada lebih dari 6.400 pria dan wanita berusia 40-70 tahun yang menderita sleep apnea, mulai dari ringan hingga berat. Pria berusia dewasa yang menderita sleep apnea utamanya meninggal karena penyakit kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular juga dikenal sebagai penyakit jantung dan peredaran darah, yang mencakup semua penyakit yang mempengaruhi jantung dan sirkulasi. Ini mencakup kondisi seperti penyakit jantung koroner (angina dan serangan jantung), dan stroke.
Fenomena Meninggal Dunia Saat Tidur Dalam Sunnah
Jauh-jauh hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam sudah memberikan bimbingan dalam tidur agar tidak menimbulkan bahaya, di antaranya tidur sambil miring ke kanan, tidak tidur sambil tengkurap.
Diriwayatkan oleh al-Hakim dari Abu Hurairah radliyallahu 'anhu, Pernah suatu hari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melewati seseorang yang tidur tengkurap di atas perutnya, lalu beliau menendangnya dengan kakinya seraya bersabda,
إنها ضجعة لا يحبها الله عز وجل
"Sesungguhnya (posisi tidur tengkurap) itu adalah posisi tidur yang tidak disukai Allah Azza Wa Jalla." (HR. Ahmad dan Al-Hakim. Beliau menyatakan bahwa sandanya shahih sesuai syarat muslim hanya saja Imam Bukhari dan Muslim tidak mengeluarkanya).
Sesungguhnya sebab kematian itu bermacam-macam, namun kematian tetaplah satu. Selain Sleep Apnea masih ada sebab lainnya yang menjadi media datangnya kematian. Karenanya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam memberikan tips terbaik bagi umatnya dalam menghadapi kematian yang datangnya tak terduga ini.
Disebutkan dalam Shahihain, dari sabahat al-Bara' bin Azib radliyallahu 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pernah bersabda kepadanya;
إِذَا أَخَذْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوءَكَ لِلصَّلَاةِ
"Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan shalat." (HR. Bukahri dan Muslim serta yang lainnya).
Dalam menjelaskan faidah dari perintah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ini, Al-Hafidz Ibnul Hajar menyebutkan hikmahnya, di antaranya yaitu: Agar dia tidur pada malam itu dalam keadaan suci supaya ketika kematian menjemputnya dia dalam keadaan yang sempurna. Dari sini diambil kesimpulan dianjurkannya untuk bersiap diri untuk menghadapi kematian dengan menjaga kebersihan (kesucian) hati karena kesucian hati jauh lebih penting daripada kesucian badan.
Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menyebutkan tiga hikmah berwudlu sebelum tidur (yang maksudnya tidur dalam keadaan suci). Salah satunya adalah khawatir kalau dia meninggal pada malam tersebut.
...Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma  berkata, "Janganlah engkau tidur kecuali dalam kondisi berwudlu, karena arwah akan dibangkitkan sesuai dengan kondisi saat dia dicabut...
Abdul Razak mengeluarkan sebuah atsar dari Mujahid dengan sanad yang kuat, Ibnu Abbas radliyallahu 'anhuma  berkata,
لَا تَبِيتَنَّ إِلَّا عَلَى وُضُوء ، فَإِنَّ الْأَرْوَاح تُبْعَث عَلَى مَا قُبِضَتْ عَلَيْهِ
"Janganlah engkau tidur kecuali dalam kondisi berwudlu (suci), karena arwah akan dibangkitkan sesuai dengan kondisi saat dia dicabut."
Berdoa Sebelum Tidur
Pada ujung hadits al-Bara' di atas, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengajarkan agar berdoa khusus sebelum tidur, dengan harapan jika meninggal pada malam itu maka meninggalnya berada di atas fitrah.
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْلَمْتُ نَفْسِي إِلَيْكَ وَفَوَّضْتُ أَمْرِي إِلَيْكَ وَأَلْجَأْتُ ظَهْرِي إِلَيْكَ رَغْبَةً وَرَهْبَةً إِلَيْكَ لَا مَلْجَأَ وَلَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ آمَنْتُ بِكِتَابِكَ الَّذِي أَنْزَلْتَ وَبِنَبِيِّكَ الَّذِي أَرْسَلْتَ
Allaahumma innii aslamtu nafsii ilaika, wa fawadltu amrii ilaika, wa alja-tu dhahrii ilaika ragbatan wa rahbatan ilaika, laa malja-a wa laa manjaa minka illaa ilaika, aamantu bikitaabika alladzii anzalta wa binabiyyika alladzi arsalta
"Ya Allah, sesungguhnya aku menyerahkan diriku kepada-Mu, dan aku menyerahkan urusanku kepada-Mu, aku sandarkan urusanku kepada-Mu (agar Engkau menolongku), dengan penuh harap dan takut pada-Mu, tidak ada tempat berlindung dan tempat berlari dari azabMu, kecuali hanya kepada-Mu. Aku beriman kepada kitab-Mu yang Engkau turunkan dan aku beriman kepada Nabi-Mu yang Engkau utus." (HR. Bukhari dan Muslim dengan lafadz milik Muslim).
Sedangkan makna meningal di atas fitrah dalam hadits di atas adalah meninggal di atas Islam dan tauhid. Dan menurut Imam Al-Thibbi dalam memberi syarah hadits di atas berkata, "Maksudnya adalah engkau meninggal di atas agama yang lurus, millah Ibrahim 'alaihis salam. Karena Nabi Ibrahim 'alaihis salam telah berislam dan tunduk patuh serta berkata, "Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam" dan datang kepada Allah dengan membawa hati yang salim (bersih)." (Lihat Tuhfatul Ahwadzi: 8/472 dari Maktabah Syamilah). [voa-islam.com]
http://www.voa-islam.com/islamia/tsaqofah/2010/07/27/8591/wudhu-dan-berdoalah-sebelum-tidurkarena-orang-bisa-meningal-saat-tidur/

Jumat, 04 Oktober 2013

Nafsu Harus Tunduk Pada Wahyu

(Al-Arba’un an-Nawawiyah, Hadis ke-41)
لا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يَكُونَ هَوَاهُ تَبَعًا لِمَا جِئْتُ بِهِ
Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sampai hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa  (HR al-Hakim, al-Khathib, Ibn Abi ‘Ashim dan al-Hasan bin Sufyan).

Imam an-Nawawi dalam Al-Arba’un mengatakan, “Hadis ini hasan shahih.  Kami telah meriwayatkan hadis ini dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad sahih.”
Ibn Rajab menjelaskan, yang dimaksudkan adalah kitab, Al-Hujjah ‘alâ Târik al-Mahajjah, oleh Syaikh Abu al-Fatah Nashr bin Ibrahim al-Maqdisi asy-Syafi’i al-Faqih az-Zahid.  Hadis ini juga dikeluarkan oleh Al-Hafizh Ibn Abi ‘Ashim al-Ashbahani dalam As-Sunnah li Ibn Abi ‘Ashim; al-Hasan bin Sufyan Abu al-‘Abbas an-Nasawi (w. 303 H) dalam kitabnya, Al-Arba’un li an-Nasawi; Ibn Baththah dalam Al-Ibânah al-Kubrâ; al-Khathib al-Baghdadi dalam Târîkh Baghdad; al-Baihaqi dalam Al-Madkhal; dan al-Baghawi dalam Syarh as-Sunnah.
Al-Hafizh Ibn Hajar al-‘Ashqalani dalam Fath al-Bârî mengatakan tentang hadis ini:
Al-Baihaqi telah mengeluarkan di dalam Al-Madkhal dan Ibn ‘Abd al-Barr dalam Bayân al-‘Ilmi dari jamaah tabi’in seperti al-Hasan, Ibn Sirin, Syuraih, asy-Sya’bi dan an-Nakha’i dengan sanad-sanad baik; tentang celaan terhadap perkataan semata menurut ra’yu (pikiran). Semua itu dihimpun oleh hadis penuturan Abu Hurairah ra., “Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian hingga hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa.” Hadis ini dikeluarkan oleh Al-Hasan bin Sufyan dan lainnya. Para perawinya tsiqah dan an-Nawawi telah mensahihkan hadis ini di akhir Al-Arba’un.
Dalam hadis ini Rasulullah saw. menjelaskan bagaimana seharusnya seseorang memperlakukan al-hawâ supaya imannya sempurna. Menurut Ibn Manzhur dalam Lisân al-‘Arab, hawâ an-nafsi adalah keinginan jiwa. Para ahli bahasa mengatakan, al-hawâ adalah kecintaan manusia terhadap sesuatu dan dominannya kecintaan itu atas dirinya.  Abu al-‘Abbas al-Fayyumi dalam Mishbah al-Munir menjelaskan, al-hawâ adalah jika kamu menyukai sesuatu dan terkait dengannya.  Kemudian kata al-hawâ digunakan untuk menyebut kecenderungan jiwa dan penyimpangannya ke arah sesuatu, lalu digunakan untuk menyebut kecenderungan yang tercela.
Di dalam At-Ta’rifât, al-Jurjani menjelaskan bahwa al-hawâ adalah kecenderungan jiwa (mayl an-nafsi) pada syahwat yang menyenangkannya tanpa alasan syariah.  Muhammad Rawas Qal’ah Ji di dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’ juga menjelaskan, al-hawâ adalah kecenderungan jiwa pada apa yang disukai tanpa memperhatikan hukum syariah dalam hal itu.
Jadi, secara bahasa al-hawâ adalah kecenderungan, keinginan atau kecintaan secara mutlak. Namun, dalam penggunaannya, kata al-hawâ itu jika disebutkan secara mutlak maka yang dimaksudkan adalah kecenderungan pada apa yang menyalahi kebenaran.
Sementara itu, makna “lâ yu`minu ahadukum” adalah iman yang paripurna, bukan menafikan iman. Sebab, orang yang hawa nafsunya tidak mengikuti syariah sehingga ia bermaksiat, secara umum kemaksiatan itu tidak menjadikan dirinya kafir.
Dengan demikian hadis ini bermakna: seseorang tidak akan mencapai derajat Mukmin yang paripurna imannya sampai seluruh keinginan, kecenderungan dan kecintaannya mengikuti apa yang dibawa oleh Rasul saw.; baik perintah, larangan ataupun yang lainnya.  Dengan itu ia menyukai apa yang diperintahkan dan tidak menyukai apa yang dilarang.
Ibn Rajab al-Hanbali dalam Jâmi’ al-‘Ulûm wa al-Hikam mengatakan:
Jadi yang wajib bagi setiap Mukmin adalah mencintai apa yang dicintai Allah SWT dengan kecintaan yang mengantarkan dirinya melakukan apa yang diwajibkan. Jika kecintaan itu bertambah sehingga ia melakukan apa yang disunnahkan maka itu adalah keutamaan. Setiap Muslim juga hendaknya tidak menyukai apa yang tidak disukai oleh Allah SWT dengan ketidaksukaan yang mengantarkan dirinya menahan diri dari apa yang Allah haramkan atas dirinya. Jika ketidaksukaan itu bertambah sehingga mengantarkan dirinya menahan diri dari apa yang dimakruhkan Allah, maka itu merupakan keutamaan.
Hadis ini juga bermakna bahwa seseorang haruslah menjadikan keinginan Nabi saw. lebih dia kedepankan dari keinginannya, dan syariah yang dibawa Nabi saw. lebih dia kedepankan daripada hawâ-nya; daripada kecenderungan atau kecintaannya. Jika keinginannya bertabrakan dengan apa yang Nabi saw. bawa maka ia mengalahkan keinginannya dan memenangkan apa yang Nabi saw. bawa.  Sebab, al-hawâ menjadi tâbi’ (yang mengikuti), sementara apa yang Rasul saw. bawa, yaitu Islam dan syariahnya, adalah yang diikuti (al-matbû’). Semua kemaksiatan itu muncul karena hawa nafsu lebih didahulukan daripada kecintaan kepada Allah SWT dan Rasul saw.
Allah SWT menyifati orang-orang musyrik dalam banyak ayat, bahwa mereka mengikuti hawa nafsu (Lihat, misalnya: QS al-Qashshash [28]: 50. Karena itu Allah SWT melarang kita untuk mengikuti hawa nafsu (QS an-Nisa’ [4]: 135).
Untuk itu, Islam dan syariahnya harus kita jadikan standar dan pedoman. Semua keinginan, kecenderungan dan kesukaan dan tidaknya harus kita tundukkan pada ketentuan Islam dan syariahnya.  Untuk mewujudkan itu kita harus bersungguh-sungguh mengerahkan segala daya upaya menundukkan hawa nafsu.  Allah SWT menyediakan pahala yang besar dan surga bagi siapa saja yang bisa merealisasikan ini (QS an-Nazi’at [79]: 40-41).
Allâhumma waffiqnâ ilâ thâ’atik. [Yahya Abdurrahman]

http://hizbut-tahrir.or.id/2013/10/02/nafsu-harus-tunduk-pada-wahyu/

Selasa, 01 Oktober 2013

Nafâits Tsamarât: Raihlah Derajat Tinggi Dengan Memperbanyak Sujud

 

عن ثوبان مولى رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن عمل يدخل به الجنة، أو بأحب الأعمال إلى الله؟ قال: (عليك بكثرة السجود، فإنك لا تسجد لله سجدة إلا رفعك الله بها درجة، واستكثروا من السجود) وإسناده صحيح.
Dari Tsauban maula (mantan budak) Rasulullah saw., bahwa ia bertanya pada Rasulullah saw tentang amalan yang akan memasukannya ke dalam surga, atau amalan yang paling dicintai oleh Allah. Rasulullah saw bersabda: “Anda harus memperbanyak sujud. Sebab, satu kali Anda bersujud kepada Allah, maka Allah akan mengangkat Anda satu derajat dengan sujud Anda itu. Untuk itu, maka perbanyaklah sujud.” (Sanadnya shahih).

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 30/9/2013.

http://hizbut-tahrir.or.id/2013/10/01/nafaits-tsamarat-raihlah-derajat-tinggi-dengan-memperbanyak-sujud/

Nafaits Tsamarat: Bacalah Ayat-ayat ini Untuk Menghilangkan Duka dan Kesedihan

Diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, bahwa ia berkara: Heran pada orang yang bersedih, yang lupa akan lima hal. Sementara ia tahu apa yang dilakukan Allah pada orang yang mengatakan lima hal tersebut, yaitu:
1. Allah SWT berfirman:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ * الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُواْ إِنَّا لِلّهِ وَإِنَّـا إِلَيْهِ رَاجِعونَ * أُولَـئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِّن رَّبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَـئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun, Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah [2] : 155-157).
2. Firman-Nya:
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُواْ لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَاناً وَقَالُواْ حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ * فَانقَلَبُواْ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَّمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُواْ رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ
(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: ‘Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka’, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: ‘Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung’. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Ali Imran [3] : 173-174).
3. Firman-Nya:
وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ بِالْعِبَادِ * فَوَقَاهُ اللَّهُ سَيِّئَاتِ مَا مَكَرُوا
Dan aku menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. Maka Allah memeliharanya dari kejahatan tipu daya mereka.” (QS. Al-Mukmin [40] : 44-45).
4. Firman-Nya:
وَذَا النُّونِ إِذ ذَّهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ أَن لَّن نَّقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِي الظُّلُمَاتِ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ أَنتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنتُ مِنَ الظَّالِمِينَ * فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَنَجَّيْنَاهُ مِنَ الْغَمِّ وَكَذَلِكَ نُنجِي الْمُؤْمِنِينَ
Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim”. Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Anbiya’ [21] : 87-88).
5. Firman-Nya:
وَمَا كَانَ قَوْلَهُمْ إِلاَّ أَن قَالُواْ ربَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ * فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا وَحُسْنَ ثَوَابِ الآخِرَةِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Tidak ada doa mereka selain ucapan: “Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir”. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat.” (QS. Ali Imran [3] : 147-148).
Diriwayatkan dari Hasan al-Basri juga, bahwa ia berkata: “Barangsiapa yang senantiasa membaca ayat-ayat tersebut pada saat dirundung duka dan kesedihan, maka Allah akan menghilangkan duka dan kesedihannya. Sebab itu semua adalah janji dan ketetapan Allah bagi orang-orang yang selalu membacanya. Keputusan Allah tidak akan dicabut kembali, dan Allah tidak akan menyalahi apa yang telah dijanjikannya.” (Kitab: al-Faraju ba’da asy-Syiddah (Kemudahan setelah Kesulitan); Karya: al-Qadhi at-Tanukhi).

http://hizbut-tahrir.or.id/2013/10/02/nafaits-tsamarat-bacalah-ayat-ayat-ini-untuk-menghilangkan-duka-dan-kesedihan/