بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Rabu, 09 Oktober 2013

Perilaku Jahat Penghuni Neraka

 

Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.

Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan? Yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman. Orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: “Bersenang-senanglah kamu, karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka” 
(TQS Ibrahim [14]: 28-30).


            Kesudahan nasib manusia di akhirat amat ditentukan oleh tindakan mereka sendiri selama hidup di dunia. Ayat ini adalah di antara yang menjelaskan realitas tersebut secara gamblang. Perilaku orang-orang yang menjerumuskan diri mereka dan orang lain di neraka jahannam digambarkan ayat ini. Dengan gambaran tersebut, diharapkan manusia terhindar dari perilaku buruk yang mengantarkan kepada neraka tersebut.
Mengganti Nikmat dengan Kufur
Allah SWT berfirman: Alam tara ilâ al-ladzîna baddalû ni’matal-Lâh kufr[an] (tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang telah menukar ni`mat Allah dengan kekafiran). Imam al-Qurthubi meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas bahwa orang-orang yang diceritakan dalam ayat ini adalah musyrik Quraisy. Menurut al-Syaukani dalam tafsirnya, Fath al-Qadîr, ini merupakan pendapat jumhur mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud mereka dalam ayat ini adalah kafir Makkah. Ayat ini juga turun berkaitan dengan mereka.
Meskipun demikian, ditegaskan Ibnu Katsir bahwa makna ayat ini bersifat umum mencakup semua orang kafir. Sebab, Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi alam semesta dan nikmat bagi manusia. Barangsiapa yang menerima dan mensyukurinya, masuk surga. Sebaliknya, siapa saja yang menolak dan mengingkarinya, maka masuk neraka. Penjelasan senada juga dikemukakan al-Hasan. Sebagaimana dikutip al-Qurthubi, al-Hasan mengatakan bahwa ayat ini meliputi semua orang musyrik.
Ini merupakan khithâb (seruan) yang ditujukan kepada Rasulullah SAW dan semua orang yang tepat dengan seruan tersebut. Seruan tersebut mengandung makna ta’jîb (memunculkan rasa heran) pada diri Raslullah SAW terhadap orang-orang kafir yang melakukan sejumlah perilaku buruk dan jahat yang menyebabkan mereka sengsara.
Perbuatan buruk pertama yang disebutkan adalah: baddalû ni’matal-Lâh kufr[an] (orang-orang yang telah menukar nikmat Allah dengan kekafiran). Menurut Fakhruddin al-Razi ada tiga kemungkinan maksud dari ‘mengganti nikmat Allah dengan kekufuran’. Pertama, mereka mengganti sikap syukur mereka kepada nikmat Allah dengan kekufuran. Ketika mereka diwajibkan mensyukuri kenikmatan, tetapi mereka justru melakukan kekufuran. Seolah-olah mereka telah mengubah dan mengganti total syukur dengan kekufuran.
Kedua, yang mereka tukar adalah nikmat Allah SWT itu sendiri dengan kekufuran. Pasalnya, mereka telah mengingkari kenikmatan tersebut, kemudian Allah SWT mencabut nikmat itu dari mereka. Sehingga, yang tersisa hanya kekufuran sebagai pengganti kenikmatan.
Ketiga, sesungguhnya Allah SWT memberi kenikmatan kepada mereka berupa Rasul SAW dan Alquran. Namun mereka lebih memilih kekufuran daripada keimanan. Dijelaskan juga oleh al-Thabari, makna telah menukar kenikmatan Allah dengan kekufuran; bahwa Allah SWT telah memberikan kenikmatan kepada Quraisy dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW dari kalangan mereka dan menjadi rasul yang memberikan rahmat bagi mereka. Namun mereka mengingkari dan mendustakannya; sehingga mereka menukar kenikmatan Allah dengan kekufuran. Ituah perbuatan dan perilaku buruk mereka.
 Menjerumuskan Pengikutnya ke Neraka
Perbuatan buruk mereka yang kedua adalah: Wa ahallû qawmahum dâr al-bawâr (dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan?). Kata ahallû qawmahum dalam ayat ini berarti   anzalûhum (menjatuhkan, menjerumuskan mereka). Menjerumuskan kaum mereka adalah dengan menghalangi mereka (untuk mengimani kenikmatan Allah SWT itu). Demikian  penjelasan Abdurrahman al-Sa’di. Sedangkan yang dimaksud dengan qawmahum, menurut al-Zamakhsyari dalam tafsirnya, al-Kasysyâf, adalah orang-orang yang mengikuti mereka atas kekufuran. Tak jauh berbeda, Ibnu ‘Athiyah juga menafsirkan qawmahum sebagai orang-orang yang menaati mereka.
Kaum yang mengikuti mereka itu pun dijerumuskan ke dalam dâr al-bawâr. Diterangkan oleh banyak mufassir, kata al-bawâr berarti al-halâk (kebinasaan). Sehingga dâr al-bawâr berarti dâr al-halâk (tempat kebinasaan, kehancuran). Yang dimaksud dengan lembah kebinasaan diterangkan dalam ayat selanjutnya Allah SWT berfirman: Jahannam yashlawnahâ (yaitu neraka Jahannam; mereka masuk ke dalamnya).
Menurut al-Zamakhsyari, kata Jahannam merupakan athf al-bayân (menambahkan kata baru yang berfungsi sebagai penjelas). Itu artinya, yang dimaksud dengan dâr al-bawâr adalah Jahannam. Demikian penjelasan para mufassir, seperti Ibnu Zaid, sebagaimana dikutip al-Qurthubi dalam tafsirnya, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur`ân. Dikatakan juga oleh al-Samarqandi, bahwa frasa: Jahannam yashlawnahâ (neraka Jahannam yang mereka masuki) berarti mereka masuk ke dalamnya di akhirat.
Kemudian ditegaskan dengan firman-Nya: Wabi`sa al-qarâr (dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman). Kata bi`sa merupaka kata yang digunakan untuk celaan terhadap segala sesuatu. Sedangkan kata al-qarâr di sini berarti al-mustaqarr (tempat kediaman). Sehingga bi`sa al-qarâr berarti tempat kembali yang paling buruk. Dikatakan al-Samarqandi, bi`sa al-qarâr berarti bi`sa al-mustaqarr Jahannam (seburuk-buruknya tempat kediaman adalah adalah neraka Jahannam).
Menjadikan Sekutu bagi Allah SWT
Perbuatan buruk ketiga yang mereka lakukan adalah: Waja’alû lil-Lâh andâd[an] liyudhillû ‘an sabîlihi (orang-orang kafir itu telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah supaya mereka menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya). Kata andâd[an] merupakan bentuk jamak dari kata nidd[an]. Dijelaskan Fakhruddin al-Razi, yang dimaksud dengan al-andâd adalah al-asybâh wa al-syurakâ` (serupa dan sekutu). Menurutnya, sekutu yang dimaksudkan mengndung tiga kemungkinan makna.
Pertama, mereka memberikan bagian tertentu untuk berhala dalam kenikmatan yang dianugerahkan Allah SWT kepada mereka. Contoh ucapan mereka dalam ini adalah: Ini untuk Allah, dan ini untuk sekutu-sekutu kami. Kedua, mereka menyekutukan antara berhala dan al-Khaliq dalam peribadatan. Dan ketiga, mereka menyampaikan secara terang-terangan keberadaan sekutu bagi Allah. Ucapan mereka dalam hal ini seperti ketika berhaji: Labayka lâ syarîka laka illâ syarîka huwa laka tamlikuhu wa mâ milk (kami menghadiri panggilanmu, tidak ada sekutu bagi-Mu kecuali sekutu yang menjadi milik-Mu).
Menjadikan sekutu selain Allah SWT jelas merupakan kesesatan. Selain membuat mereka tersesat, tindakan tersebut juga dapat menyesatkan orang lain. Ini ditegaskan dalam frasa selanjutnya: liyudhillû ‘an sabîlihi. Mereka menyesatkan manusia dari sabîlihi. Pengertian sabîlihi adalah dînihi (agama-Nya). Sehingga, sebagaimana dijelaskan al-Samarqandi, frasa tersebut bermakna: liyushrifû al-nâs ‘an dîn al-Islâm (untuk memalingkan manusia dari agama Islam). Dikatakan juga oleh Ibnu Katsir, di samping telah menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah yang mereka sembah, mereka juga mengajak manusia untuk melakukan hal yang sama.  
Kemudian Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk menyampaikan ancaman terhadap mereka: Qul tamatta’û (katakanlah: “Bersenang-senanglah kamu). Artinya, bersnang-senanglah di dunia dengan kekufuran kalian. Kalimat ini, sekalipun menggunakan shîghah fi’l al-amr (bentuk kata perintah), akan tetapi menghasilkan makna al-tahdîd wa al-wa’îd (ancaman). Makna ini dapat disimpulkan dari kalimat berikutnya: Fainna mashîrakum ilâ al-nâr (karena sesungguhnya tempat kembalimu ialah neraka”). Ini sebagaimana firman Allah SWT: Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan (TQS Fushilat [41]: 40). Dijelaskan Imam al-Qurthubi, ancaman terhadap mereka ini mengisyaratkan sedikitnya kenikmatan dunia. Pasalnya, kenikmatan dunia tersebut terputus.
Kata mashîrakum berarti maruddukum wa marji’ukum (tempat kembali kalian). Sehingga ayat ini berarti: Tempat kembali kalian di akhirat kelak adalah neraka Jahannam. Bukan yang lain. Inilah balasan yang setimpal atas kejahatan dan kekufuran mereka di dunia. Diterangkan Ibni Katsir, ayat ini sebagaimana firman Allah SWT: Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras (TQS Lukman [31]: 24). Juga firman Allah SWT: (Bagi mereka) kesenangan (sementara) di dunia, kemudian kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian Kami rasakan kepada mereka siksa yang berat, disebabkan kekafiran mereka (TQS Yunus [10]: 70).
Demikianlah perilaku jahat orang-orang kafir selama di dunia. Kenikmatan yang Allah SWT anugerahkan kepada mereka tidak disyukuri. Di antara kenikmatan besar adalah diutusnya Rasulullah SAW dan risalah yang  beliau bawa, Islam. Kenikmatan tersebut mereka tolak dan ingkari. Mereka sendirilah mengubah kenikmatan dengan kekufuran, yang akhirnya berbuah kesengsaraan. Mereka dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Tak berhenti pada dirinya. Mereka memalingkan manusia dari Islam dan menjerumuskan mereka ke dalam neraka. Semoga kita termasuk yang terselamatkan dari proganda sesat mereka. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.

http://hizbut-tahrir.or.id/2013/05/17/perilaku-jahat-penghuni-neraka/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar