Akhlak Para Sahabat : Zuhud
Rasulullah saw bersabda:Sahabat-sahabatku itu bagaikan
bintang-bintang. Dengan (sahabat-sahabat) manapun kalian mengarahkan
(pandangan)-nya, maka (keberadaannya) menjadi petunjuk bagi kalian.
Zuhud
Dari Jundab bin Abdullah al-Bajali, ia berkata: “Aku datang ke
Madinah guna menimba ilmu, lalu aku masuk ke masjid Rasulullah saw. Maka
di dalamnya orang-orang membentuk beberapa halqah guna membahas
berbagai perkara. Aku kemudian mengikuti semua halqah itu, hingga tiba
pada satu halqah yang di dalamnya ada seorang laki-laki yang kurus, ia
memakai dua buah baju seakan-akan baru tiba dari satu perjalanan.
Aku mendengarnya berkata: “Celakalah mereka yang memiliki kekuasaan
dan mempunyai kedudukan. Tiadalah obat yang bisa menolong mereka.” Aku
mengira bahwa ia mengatakan hal itu berkali-kali. Aku duduk
mendekatinya, ia menerangkan fatwanya, kemudian berdiri. Aku
menanyakannya pada yang hadir setelah dia berdiri: “Siapa gerangan orang
ini?” Mereka menjawab: “Inilah sayyidul muslimin (pemimpin kaum Muslim)
Ubay bin Kaab“.
Lalu aku mengikutinya, hingga tiba dirumahnya. Ternyata rumahnya
begitu usang, begitu pula dengan bentuknya. Ia seorang laki-laki zuhud
yang tiada bandingannya, walaupun semua orang saling menggabungkan
kezuhudannya untuk menandingi kezuhudannya.
Sa’id bin Amir, adalah orang yang selalu sibuk
dengan pekerjaan dan tugasnya, dan ia berhak mendapatkan gaji yang besar
karenanya, tetapi ia hanya mengambil apa sekedarnya untuk mencukupi
diri dan isterinya saja, membagikan sisanya kepada orang-orang fakir.
Pernah dikatakan kepada dirinya: “Bagikanlah kelebihan harta ini secara
berlimpah kepada keluarga dan kerabatmu”. Ia malah bertanya: “Kenapa
harus pada keluarga dan kerabatku. Demi Allah tidak, aku tidak akan
menjual ridla Allah dan menukarnya dengan kerabat.”
Ia juga pernah berkata kepada orang yang meminta-minta padanya: “Aku
tidak ingin ketinggalan dari barisan terdepan, yang pertama kali akan
masuk surga, setelah aku dengar Rasulullah saw bersabda: Allah
mengumpulkan manusia untuk dihisab. Lalu datanglah orang-orang fakir
dari kalangan kaum mukminin, mereka segera berkumpul sebagaimana merpati
berkerumun, lalu dikatakan pada mereka: Berdirilah kalian untuk
dihisab. Lalu mereka berkata: Kami tidak memiliki apapun yang bisa
dihisab. Maka Allah berkata: Hamba-hambaku ini berkata benar. Lalu
mereka masuk surga sebelum orang-orang lain masuk surga.”
Salman berkeinginan untuk membangun rumah, lalu ia bertanya pada
tukang bangunan: “Bagaimana rupa rumah yang akan engkau bangun itu.”
Tukang bangunan itu sangat cerdik dan ia mengetahui kezuhudan dan
ke-wara’-an Salman, lalu ia menjawab: “Janganlah engkau khawatir, rumah
ini hanya sebuah bangunan yang bisa engkau gunakan untuk bernaung dari
terik panas matahari, yang bisa engkau tempati untuk melindungimu dari
dinginnya malam hari. Jika engkau berdiri di dalamnya, kepalamu akan
mencapai langit-langitnya, dan jika engkau berbaring, kakimu akan
terantuk ke dindingnya.” Maka Salman berkata: “Ya, kalau seperti itu
maka bangunlah rumah tersebut.”
Datang sebuah hadiah untuk Abdullah bin Umar dari salah seorang
temannya yang datang dari Khurasan. Hadiah tersebut berupa pakaian yang
sangat halus dan anggun. Sang teman berkata kepadanya: “Aku membawakan
baju ini dari Khurasan untukmu, sungguh sangat menyenangkan hatiku jika
melihatmu menanggalkan bajumu yang kasar itu, dan engkau kenakan baju
yang bagus ini”. Ibnu Umar berkata padanya: “Perlihatkanlah baju itu
padaku”. Kemudian ia merabanya, seraya berkata: “Apakah ini terbuat dari
sutera?” Sang teman menjawab: “Bukan, baju ini terbuat dari katun.”
Abdullah memakainya sebentar, kemudian mengembalikan baju itu dengan
tangan kanannya seraya berkata: “Tidak, aku mengkhawatirkan diriku, aku
takut baju ini membuat diriku menjadi seorang yang sombong dan angkuh,
sedang Allah tidak mencintai orang yang sombong lagi bermegah diri.”
Suatu hari, Abdullah bin Umar diberi hadiah oleh temannya sebuah
bejana yang penuh berisi. Ibnu Umar bertanya: “Apakah ini?” Temannya
menjawab: “Ini obat mujarab yang aku bawa untukmu dari Irak.” Ibnu Umar
berkata: “Apa khasiat obat ini?” Temannya menjawab: “(Membantu)
mencernakan makanan”. Ibnu Umar tersenyum dan berkata pada temannya:
“Membantu mencernakan makanan? Sesungguhnya aku tidak pernah kenyang
makan makanan selama empat puluh tahun”. Ibnu Umar ra takut, jika pada
hari kiamat kelak dikatakan padanya: “Engkau telah menghabiskan segala
yang lezat milikmu sepanjang hidupmu di dunia, dan hidup
bersenang-senang dengannya”. Sebagaimana ia sering katakan pada dirinya:
“Aku tidak membuat bangunan dengan dinding tembok, dan tidak menanam
sebatang kurma pun sejak Rasulullah saw wafat”. Maimun bin Mahran
berkata: “Aku memasuki rumah Ibnu Umar, lalu aku menaksir segala sesuatu
yang ada di rumahnya, mulai dari tempat tidur, selimut dan periuk
besar, dan semua perabotannya, aku tidak mendapati nilainya mencapai
seratus dirham.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar