Pohon Pun Menangis Ketika Ditinggalkan Rasulullah SAW
KEBIJAKAN KHILAFAH TERHADAP JEJAK KEHIDUPAN NABI DAN PARA SAHABAT
Andai saja bukan karena kebijakan Khilafah di masa lalu, kita yang
hidup saat ini tidak akan lagi menemukan jejak-jejak kehidupan Nabi SAW
dan para sahabatnya. Padahal, bagi kita itu sangat penting. Karena,
melalui semuanya itu, kita bisa mengingat kembali apa yang mereka
lakukan untuk kita. Dengan begitu, kesadaran dan semangat kita pun
terlecut, kita pun bangkit untuk mengambil tanggungjawab terhadap Islam
dan umatnya, sebagaimana yang mereka lakukan di masa lalu.
Itulah yang mendorong para khalifah di masa lalu membuat kebijakan
monumenisasi jejak-jejak kehidupan Nabi dan para sahabat. Selain karena
memang, keduanya bisa dijadikan sumber hukum. Karena, perbuatan,
perkataan dan diamnya Nabi adalah hadits. Sedangkan kesepakatan para
sahabat adalah ijmak, yang juga merupakan dalil syara’.
Mari kita mulai dari Masjid Nabawi. Jika kita berada di Raudhah
Syarifah, di sana ada Mihrab Nabi. Mihrab ini baru dibangun oleh
Khalifah Umar bin Abdul Aziz, untuk mengabadikan tempat yang digunakan
Nabi SAW saat menjadi imam shalat di Masjid Nabawi. Dulu, selama periode
pemerintahan Nabi SAW dan empat khalifah yang pertama, tidak ada Mihrab
di dalam Masjid Nabawi. Pada tahun 91 H, Khalifah Umar bin Abdul Aziz
pertama kali melakukan shalat di sini, di tempat yang bentuk Mihrab.
Jika kita berdiri di dalam Mihrab ini dan melakukan shalat, tempat sujud
kita akan terletak di tempat, di mana kaki Nabi SAW berpijak. Dinding
tebal mihrab ini menutupi tempat sujud Nabi SAW yang sebenarnya.
Persis di ujung kanan depan Mihrab ini, ada tiang yang menempel.
Tiang ini disebut Ustuwanah Mukhallaqah. Jabir ra meriwayatkan
sebagaimana disebutkan dalam riwayat Bukhari, “Nabi SAW bersandar pada
sebatang pohon kurma (yang awalnya terletak pada tempat dimana tiang ini
berada) ketika melakukan khutbah Jumat. Lalu, kaum Ansar dengan hormat
menawarkan kepada Nabi SAW, kami dapat membuat sebuah mimbar untukmu,
jika engkau menyetujuinya”. Nabi SAW menyetujuinya dan sebuah mimbar
yang terdiri dari tiga anak tangga dibuat.
Ketika Nabi SAW duduk di atas mimbar ini untuk berkhutbah, para
sahabat mendengar batang pohon kurma itu menangis seperti anak kecil.
Nabi SAW mendekati pohon yang sedang menangis ini dan kemudian
memeluknya. Pohon ini lalu diam, setelah sebelumnya terisak-isak seperti
onta betina. Pohon kurma ini menangis, karena dia tidak digunakan lagi
oleh Nabi. Sejak itu, batang pohon tersebut diberi sejenis pewangi yang
disebut Khaluq. Tiang ini pun kemudian dikenal dengan Ustuwanah
Mukhallaqah (Tiang yang diberi pewangi).
Demikian halnya dengan posisi mimbar dan rumah Nabi SAW yang menandai
tempat di mana Raudhah Syarifah berada, hingga kini tetap terjaga
karena jasa para khalifah di masa lalu. Termasuk, tempat di mana
Rasulullah melakukan iktikaf di Masjid Nabawi sambil membawa tempat
tidurnya, yang ditandai dengan Ustuwanah Sarir (Tiang Tempat Tidur);
tempat di mana Rasul menerima delegasi dari berbagai suku, kabilah
termasuk negara lain, yang ditandai dengan Ustuwanah Wufud (Tiang
Delegasi); tempat di mana ‘Ali bin Abi Thalib menunggu instruksi Nabi,
baik dari maupun untuk Nabi, diabadikan dengan Ustuwanah Haris (Tiang
Pengawal).
Semuanya ini masih terjaga, karena jasa khalifah di masa lalu.
Bahkan, dua tiang yang terakhir ini sekaligus menjadi bukti otentik,
bahwa Masjid Nabawi dahulu bukan hanya tempat beribadah, tetapi juga
pusat pemerintahan. [Hafidz Abdurrahman]
http://hizbut-tahrir.or.id/2013/09/22/pohon-pun-menangis-ketika-ditinggalkan-rasulullah-saw/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar