بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Minggu, 03 November 2013

SISTEM PENDIDIKAN NEGARA KHILAFAH


Pendidikan adalah asset berharga bagi bangsa. Kualitas pendidikan menentukan kualitas generasi suatu bangsa. Kalimat-kalimat tersebut sepertinya tidak asing lagi di telinga kita, bahkan dijadikan sebagai motivasi dalam setiap pidato para pemangku kekuasaan dalam perbaikan sistem pendidikan di negeri ini. Namun pada faktanya ternyata potret buram pendidikan Indonesia dari tahun ke tahun semakin memburuk. Kualitas SDM hasil didikan di Indonesia kian buruk, lulusan yang di hasilkan berfokus hanya agar menjadi seorang pekerja pabrik tanpa di motivasi menghasilkan karya sendiri, pengangguran juga terus meningkat pada tahun 2006, jumlah pengangguran dari lulusan universitas telah mencapai 385.000 orang (Kompas, 22/9/2006). Bukan hanya itu degradasi moral yang semakin ambruk terjadi di negeri ini kasus contek mencontek bukan hal baru bahkan sudah terbiasa, yang ga nyontek sok pinter and yang ga nyontekin termasuk teman yang pelit maka kudu dimusuhin. Ini terjadi pada Siami bocah kelas enam SD yang memegang penuh kejujuran, tidak mau memberikan jawaban ujian malah di usir bahkan di cemooh oleh orang tua murid yang lain (www.wordpress.com, 13/06/2011).
Begitu juga dengan fenomena UN tiap tahun UN tiap tahun pula terjadi kebocoran soal. Tahun 2010 kebocoran terjadi di 8 daerah Medan, Jakarta, Aceh, Jambi, Lampung, Jawa Timur , Palu dan Banten (SMAN1 Serang dan SMAN3 Serang) (antara/FINROLL News). Plagiarisme pun marak terjadi di Indonesia bahkan di bidang ilmiah yang terjadi di beberapa perguruan tinggi negeri dan biasanya terjadi pada program master dan doktor, contoh seperti kasus dugaan plagiat (penjiplakan) karya ilmiah yang diduga melibatkan guru besar Untirta, Prof Dr Sholeh Hidayat. (radarbanten.com, 16/02/2010). Ketua senat akademik IPB, Prof.Ir  Dudung Darusman bahwa kasus plagiat terjadi di semua perguruan tinggi baik PTN maupun PTS, namun ada yang terungkap dan ada yang tidak terungkap.(tempo interaktif).
Adapun Program RSBI/SBI, kenyataannya hanya dinikmati segelintir anak bangsa dari keluarga mampu yang sanggup membayar harga berkisar dari Rp 30 juta hingga Rp 60 juta dengan biaya bulanan sekitar Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta per bulan.  Jelas anak orang miskin DILARANG KERAS untuk bisa menikmati RSBI (yang dipandang sekolah ‘unggulan’). Selain itu program ini juga mengharuskan sekolah berikut kepala sekolah berbondong-bondong melakukan studi banding ke luar negeri untuk mengekor konsep Negara-negara barat, seperti yang dilakukan oleh 41 orang Kepala SMP se-Semarang bersama Kepala Dinas Pendidikan Kota Semarang studi banding ke singapura terkait dengan pengembangan SBI (beritasore.com/3 juni/2008). Demikian juga yang dilakukan 30 kepala sekolah SD-SMP-SMA kota bandung, sukarela mengeluarkan biaya 10 juta untuk melakukan kunjungan ke tiga negara (malaysia,thailand dan singapura) untuk melakukan studi banding terkait SBI.  Dengan demikian semakin banyak lah dana negeri ini yang mengalir keluar demi kepentingan para Kapitalis.
Sarana dan prasarana juga menunjukkan keprihatinan. Di banten, sebanyak 200 dari 710 gedung SD yang ada di kabupaten serang, hingga kini masih dalam kondisi rusak berat.(indopos.com)
Indonesia adalah negeri dengan penduduk ke empat terbesar di dunia, dari segi kuantitas SDM tidak di ragukan lagi potensinya, apalagi negeri ini adalah negeri dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Hal ini yang menjadi sasaran penjajah kapitalis untuk memperoleh keuntungan salah satunya melalui pendidikan. Dengan kapitalisasi dalam dunia pendidikan akan terwujud SDM yang pro kapitalis yang cenderung pada kebijakan ekonomi kapitalis. Pendidikan semakin mahal, dan hanya bisa di akses oleh orang2 ber-Uang, orang miskin dilarang sekolah.. Orientasi pendidkan peserta didik pun tidak lebih dari sekedar ingin cepat lulus, dapat kerja yang layak dan segara mungkin mengembalikan modal yang telah dikeluarkan untuk sekolah/kuliah. Kurikulumnya yang diterapkan senantiasa mengalami perubahan yang cepat dan terkesan terburu-buru, mulai dari kurikulum KBK (Kurikulum berbasisi kompetensi), KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) dan berbagai variasi lainnya.Perubahan kurikulum yang begitu cepat mengakibatkan banyak kebingungna pada guru maupun siswa. Mata pelajaran pendidikan agama yang di ajarkan tidak proporsional anak didik lebih banyak belajar mengenai demokrasi, HAM, Pluralisme, yang merupakan ajaran pokok kapitalisme.
Dari segi Lalu seperti apa sistem pendidikan yang benar, sistem pendidikan yang menghasilkan generasi berkualitas ? Mari kita telaah sejarah.
Dalam Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem pendidikan yang diterapkan, bukan hanya persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi, gaji guru, metode pengajaran, dan bahan-bahan ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara mudah. (Bunga Rampai Syari'at Islam.hal 73).  Negara wajib menyempurnakan sektor pendidikan melalui sistem pendidikan bebas biaya bagi seluruh rakyatnya.  Dalil yang menunjukkan bahwa pendidikan bebas biaya menjadi tanggung jawab Khilafah Islam, ialah berdasarkan perbuatan Rasulullah SAW dan ijma sahabat.
Rasulullah SAW telah menentukan tebusan tawanan Perang Badar berupa keharusan mengajar sepuluh kaum Muslim dan ijma sahabat telah menetapkan tentang penetapan khalifah dalam memberi gaji kepada para pengajar dari Baitul maal dengan jumlah tertentu.
Negara Khilafah wajib menyelenggarakan pendidikan berdasarkan apa yang dibutuhkan manusia di dalam kancah kehidupan bagi setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan dalam dua jenjang pendidikan; jenjang pendidikan dasar (ibtidaiyah) dan jenjang pendidikan menengah (tsanawiyah). Negara wajib menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh warga negara secara cuma-cuma. Mereka diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melanjutkan pendidikan tinggi secara cuma-cuma. Negara Khilafah menyediakan perpustakaan, laboratorium, dan sarana ilmu pengetahuan lainnya, selain gedung-gedung sekolah, kampus-kampus, untuk memberi kesempatan bagi mereka yang ingin melanjutkan penelitian dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, seperti fiqh, ushul fiqh, hadits dan tafsir, termasuk di bidang pemikiran, kedokteran, teknik kimia serta penemuan, inovasi, dan lain-lain, sehingga di tengah-tengah umat lahir sekelompok mujtahid, penemu, dan inovator.
Sistem pendidikan negara Khilafah disusun dari sekumpulan hukum syara dan berbagai peraturan administrasi yang berkaitan dengan pendidikan formal. Hukum-hukum syara  yang berkaitan dengan pendidikan formal terpancar dari akidah Islam dan mempunyai dalil-dalil yang syar'i seperti mengenai materi pengajaran dan pemisahan antara murid laki-laki dan perempuan. Sedangkan berbagai peraturan administrasi di bidang pendidikan merupakan sarana dan cara yang diperbolehkan yang dipandang efektif oleh pemerintah dalam menjalankan sistem pendidikan dan merealisasikan tujuan pendidikan. Peraturan-peraturan administrasi di bidang pendidikan merupakan urusan duniawi yang dapat dikembangkan yang diubah sesuai dengan kondisi. Begitu pula halnya dengan sarana pelaksanaan hukum-hukum syara yang berkaitan dengan pendidikan dan kebutuhan pokok bagi umat, sama dengan dibolehkannya mengambil apa pun yang pernah dihasilkan oleh umat-umat lain, berupa berbagai eksperimen, keahlian, dan penelitian yang hukumnya mubah. Sejarah Islam pun telah mencatat kebijakan para kholifah yang menyediakan pendidikan gratis bagi rakyatnya. Sejak abad ke IV H para kholifah membangun berbagai perguruan tinggi dan berusaha melengkapinya dengan berbagai sarana dan prasarana seperti perpustakaan. Setiap PT dilengkapi dengan auditorium, asrama mahasiswa, juga perumahan dosen dan ulama, PT tersebut juga di lengkapi taman rekreasi, kamar mandi, dapur dan ruang makan.
Sejarah telah mencatat tentang keberhasilan Khilafah Islamiyyah dalam menerapkan sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi yang berkualitas dan diakui oleh pihak lawan. Cukuplah pengakuan dari  Robert Briffault dalam Buku “Making of Humanity” yang menyatakan: “Dibawah kekuasaan orang-orang Arab dan Moor (kaum Muslimin) kebangkitan terjadi, dan bukan pada abad ke-15 Renaissance sesungguhnya berlangsung.  Spanyol-lah tempat kelahiran Eropa, bukan Italia.  Setelah terus menerus mengalami kemunduran, Eropa terperosok ke dalam masa kegelapan, kebodohan dan keterbelakangan.  Sedangkan pada saat yang sama, kota-kota Sarasin (kaum Muslimin) seperti Baghdad, Kairo, Cordova dan Toledo menjadi pusat-pusat peradaban dan aktivitas pendidikan.  Disanalah kehidupan baru muncul dan berkembang menuju tahap baru evolusi umat manusia.  Sejak saat pengaruh kebudayaan mereka mulai dirasakan, sampai kemudian menggerakkan roda kehidupan.  Melalui para penerusnya di Oxford (yaitu penerus kaum Muslim di Spanyol), Roger Bacon belajar bahasa Arab dan ilmu-ilmu Arab.  Bukanlah Roger Bacon atau orang-orang yang sesudahnya yang berhak menyandang penghargaan karena telah memperkenalkan metode eksperimental.  Roger Bacon tidak lebih hanyalah salah satu orang yang mempelajari ilmu penge tahuan dan metode milik kaum Muslim untuk kepentingan orang Kristen-Eropa; dan dia tidak pernah jemu mengatakan bahwa Bahasa Arab dan Ilmu pengetahuan kaum Muslim merupakan satu-satunya jalan bagi para koleganya untuk mendapatkan pengetahuan yang sejati.  Perdebatan mengenai siapa sesungguhnya yang menemukan metode eksperimental… merupakan salah satu wujud ketidakpahaman kolosal dari para pendiri peradaban Eropa.  Sejak masa Roger Bacon , metode eksperimental milik kaum Muslim telah tersebar luas dan dimanfaatkan secara antusias di seluruh Eropa” (Robert Briffault,”The Making of Humanity”London.1938).
Generasi terbaik ini selain mereka ilmuan kebanyakan dari mereka juga ulama. Sebenarnya kebanyakan  ilmuan Islam lebih dahulu menemukan penemuan besar dibandingkan ilmuan barat. Masih kita ingat beberapa nama terkenal ilmuan Islam seperti  al-khawarizmi (penemu angka nol ),  Abbas ibnu firnas (peletak dasar teori pesawat terbang ), ibnu hayyan (ahli kimia, astronomi), ibnu sina (kedokteran), abu al rahyan (ilmu bumi,matematika, dan astronomi, antropologi, psikologi dan kedokteran ), abu ali hasan ibn al-haitsam (fisikawan terkenal dalam hal optik dan ilmu ilmiah), dsb
Bagaimana bisa seperti itu?
Allah S.W.T sebenarnya telah menetapkan kualitas generasi yang dihasilkan dari proses pendidikan dalam Islam adalah generasi yang secara individual berkualitas  ulul albab (intelektual) secara generasi adalah  khoiru ummah. Ada 2 faktor penyebabnya2:       
1) Paradigma yang berkembang di masyarakat Islam, akibat faKtor aqidah yang menjadikan ilmu  “sudara kembar” dari iman. Menuntut ilmu sebagai ibadah, salah satu jalan mengenal Allah, ahli ilmu sebagai pewaris para nabi. Paradigma ini menggantikan paradigma jahiliyah, juga paradigma Romawi, Persia atau India kuno yang menjadikan ilmu sesuatu yang privilese kasta tertentu dan rahasia bagi awam. Motivasi pencarian ilmu dimulai dari hadist-hadist seperti “ mencari ilmu itu hukumnya fardu atas muslim laki2 dan muslim perempuan ”, ”carilah ilmu dari buaian ibu sampai liang lahat “, “ carilah ilmu, walau sampai ke negeri cina
2) Peran negara sangat kuat (seperti yang telah dipaparkan sebelumnya) dalam menyediakan stimulus-stimulus positif dalam perkembangan ilmu. Dalam Islam politik mempunyai makna pengaturan urusan ummat. Negara merupakan lembaga yang mengatur urusan tersebut secara praktis. Di sisi lain, ummat memberikan koreksi kepada pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Sementara tujuan politik Islam adalah memelihara kehidupan masyarakat dengan hukum-hukum Islam dalam aspek-aspek penting manusia dan kehidupan yaitu: memelihara keturunan, memelihara akal, memelihara kehormatan, memelihara jiwa manusia, memelihara harta, memelihara agama, memelihara keamanan, dan memelihara negara. Termasuk bidang pendidikan, demi tercapainya tujuan politik Islam yakni memelihara akal, maka Negara berkewajiban mendorong manusia untuk menuntut ilmu, melakukan tadabbur, ijtihad dan berbagai perkara yang bisa mengembangkan potensi akal manusia dan memuji eksistensi orang2 berilmu. (lihat TQS almaidah:90-91, TQS Azzumar : 9, TQS Al-mujadilah:11).
Daulah khilafah tidak akan menyelenggarakan pendidikan secara diskriminatif. Pendidikan bebas bea yang bermutu dari tingkat dasar hingga menengah akan disediakan untuk seluruh warga Negara tanpa membedakan agama, mahzab, ras, suku bangsa maupun jenis kelamin. Sehingga tidak ada dalam kamus sejarah Islam bahwa pemerintahan mencari keuntungan atau menarik bayaran dari rakyat dalam menyelenggarakan pendidikan. Karena paradigma Negara menempatkan pendidikan sebagai kebutuhan primer rakyat yang wajib di penuhi. Hal ini kemudian menjadi ruh dalam politik ekonomi Islam yakni jaminan terpenuhinya pemuasan kebutuhan primer baik secara individu yaitu sandang, pangan, dan papan serta  kebutuhan primer bagi rakyat secara keseluruhan yaitu keamanan, pengobatan dan pendidikan. Politik dalam negeri Islam akan menjamin tercegahnya pendidikan sebagai bisnis atau komoditas ekonomi. Apalagi sampai menarik bayaran atau tarif tertentu kepada rakyat yang kemudian memunculkan diskriminasi.
Tujuan umum pendidikan dalam sistem pendidikan khilafah
  • Berkepribadian islam
  • Menguasai tsaqofah Islam
  • Menguasai ilmu kehidupan ( sains, teknologi dan seni ) sesuai syariat Islam.
Tujuan asas pendidikan dalam daulah khilafah yaitu membangaun kepribadian Islam, dengan cara menjalankan pembianaan, pengaturan, dan pengawasan di seluruh aspek pendidikan melalui penyusunan kurikulum, pemilihan guru yang kompeten. Karena kualifikasi  yang  pencapaiannya harus diamati dalam kehidupan sehari-hari bukan sekedar menilai dengan jawaban-jawaban dalam ujian tertulis atau lisan.
Metode pengajaran
Metode pengajaran berupa penyampaian dan penerimaan pemikiran dari pengajar kepada pelajar. Cara penyampaian dan penerimaan pemikiran melalui cara mendengar atau membaca, maka yang menyampaikan baik lisan maupun tulisan dengan mengambaran fakta yang belum pernah diperoleh sebelumnya seolah-olah merasakan fakta tersebut. Pendidikan bukan hanya untuk kepuasan intelektual semata, tetapi membentuk kepribadian  Islam (pola pikir dan pola sikap islam).
Teknik dan sarana pengajaran
Penggunaan teknik pengajaran yang tepat adalah dengan menginsifkan metode rasional (aqliyah) pada siswa, karena metode tersebut  merupakan landasan bagi proses berfikir yang cemerlang dan kebangkitan yang berasaskan islam.
Ujian dalam sistem pendidikan khilafah lebih dikenal dengan pemberian “ijazah”. Seorang siswa yang telah bertahun-tahun menekuni suatu ilmu dan telah nampak penguasannya atas ilmu tersebut, maka diselenggarakan suatu sidang yang dihadiri oleh para ulama dan ilmuwan. Dalam sidang itu siswa akan ditanyai mengenai ilmu yang dia tekuni. Apabila terlihat tanda kecakapan dan keistimewaan pada dirinya,ia diberi hak untuk perbuatan-perbuatan. (1)mengajarkan ilmunya ; (2) meriwayatkan hadist Rosululloh SAW dari guru-gurunya; (3) berfatwa  ; (4) mengobati penyakit bila ia sudah menguasai ilmu kedokteran; (5) meracik obat-obatan, dll sesuai dengan kepandaiannya. Teknik yang dipakai dalam ujian adalah ujian lisan.
Dalam kekhilafahan Islam tidak terdapat sistem ujian karena akan menghambat para siswa untuk melanjutkan studinya, bahkan bisa menjadi suatu paksaan bagi siswa untuk mempelajari bidang ilmu yang tidak dikuasainya. Kekhilafahan Islam akan mengadakan diskusi dan wawancara langsung bersama siswa untuk mengetahui sejauh mana kemampuannya dalam mengajar dan pemahaman mengenai ilmu yang ia pelajari dan kreativitas serta keterampilannya dalam “mencipta” dan mengajarkan sesuatu. (Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam, Abdurrahman al Baghdadi)
Pembiayaan pendidikan dalam khilafah
Pembiayaan  pendidikan untuk seluruh tingkatan sepenuhnya tanggung jawab negara yang diperoleh dari baitul maal. Sumber baitul maal dari (1) fa’i dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara seperti ghonimah, jizyah dan pajak. (2) pos kepemilikan umum seperti dari tambang miyak dan gas, hutan dan hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan). Adapun pendapatan dari zakat mempunyai peruntukan sendiri  untuk 8 golongan mustahik bukan untuk pendidikan Zalum, 1983; an-nabhani , 1990 dikutip dari alwaie mei 2007)
Bagaimana agar semua itu terwujud
Islam akan menjadi rahmatan lil alamin jika diterapkan secara sempurna dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiyah. Terlanjutnya kembali kehidupan Islam akan menjamin terpenuhinya seluruh hak-hak ummat termasuk pendidikan. Upaya mewujudkannya kembali adalah dengan berdakwah sebagaimana yang telah dicontohkan oleh rosul. Berdakwah mengikuti metode rosul yang memerlukan pengorbanan dan perjuangan yang tidak setengah hati dalam maenjalankannya. Allah akan membeli jiwa dan harta kita dengan surga.
Lingkungan kampus merupakan lingkungan yang paling efektif dalam menjalankan mobilitas dakwah. Hal ini disebabkan kampus adalah basisnya para pemuda yang tengah matang-matangnya dalam berpikir. Aktivitas dakwah harus dilihat dari makna komunitas bukan personal per personal.  Banyak hambatan yang terjadi dalam dakwah kampus contohnya kuliah di sebuah kampus yang bisa dikatakan “hedonis”. Kegiatan-kegiatan mahasiswanya termasuk banyak, hanya kecenderungannya lebih ke arah hura-hura. Walaupun masih ada yang ke arah social ataupun peningkatan minat dan bakat. Organisasi keislaman yang ada akhirnya cenderung lebih menjadi eksklusif dan kurang berinteraksi dengan kebanyakan mahasiswa terbentuk oleh lingkungan hedonis ini sangat miris sekali.dicuekin sering dianggap ngomong ga penting pun tak jarang, ini merupakan tantangan dakwah kampus.
    Opini dalam dakwah sangatlah penting walau banyak hambatan jangan pantang menyerah untuk terus beropini. Opini dakwah dapat dilakukan melalui :
  • Penyebaran dan pendiskusian buletin dakwah.
  • Opini dakwah lewat jejaring sosial yang sangat digemari oleh kaum mahasiswa saat ini.
  • Mengadakan aksi simpatik pada moment-moment tertentu
  • Mengadakan dialog pemikiran
  • Mengadakan seminar-seminar keislaman
  • Mengadakan acara bersama dengan Lembaga Dakwah kampus lainnya.
  • Mengadakan bedah buku 


http://mhtichapterkampus-serang.blogspot.com/2013/01/sistem-pendidikan-negara-khilafah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar