Qalbun Maridh’
Kita ini kadang aneh,” kata ustad muda itu
di hadapan jamaahnya. “Jika lahiriah kita sakit, kita cepat-cepat cari
obat. Jika sakitnya ringan, cukup pake ‘obat warung’. Jika agak berat,
buru-buru ke dokter. Jika berat dan gak sembuh-sembuh, kita
segera ke rumah sakit. Kita bahkan rela dirawat dan mengeluarkan banyak
uang jika sakitnya parah dan mengharuskan kita masuk rumah sakit.”
“Tapi, coba
kalau yang sakit batiniah kita, hati/kalbu kita. Kita kadang tak segera
menyadarinya, apalagi merasakannya. Boro-boro terdorong untuk mencari
obatnya,” imbuhnya.
“Orang sakit itu, biasanya makan/minum gak
enak. Sakit demam saja, kadang segala yang masuk ke mulut terasa pahit
di lidah. Padahal tak jarang, orang sakit disuguhi makanan yang
enak-enak, yang lezat-lezat, kadang yang harganya mahal-mahal pula.
Namun, semua terasa pahit, gak enak, gak selera,” tegasnya lagi.
“Sebetulnya, mirip dengan sakit lahiriah, sakit batiniah juga membuat penderitanya merasa ‘pahit’. Apa-apa gak enak, gak selera, gak semangat. Shalat berjamaah di masjid ‘pahit’. Shalat malam terasa gak enak. Shaum sunnah gak
selera. Baca al-Quran, meski cuma satu-dua halaman, terasa berat. Hadir
di majelis taklim, meski cuma satu jam, tak betah. Dakwah pun sering gak
semangat. Padahal semua amalan tadi—jika diibaratkan makanan—adalah
‘enak’ dan ‘lezat’. Betapa tidak! Baca al-Quran saja, misalnya, meski
hanya satu huruf, akan Allah balas dengan sepuluh kebaikan. Bagaimana
jika kita membaca setiap hari satu ayat, satu halaman, apalagi satu juz
yang bisa terdiri dari ratusan ayat, yang tentu terdiri dari ribuan
huruf? Betapa enaknya, betapa lezatnya,” tegas ustad itu lagi mengajak
jamaahnya merenung.
*****
Saya pun
merenung. Saya coba menyelami kata-katanya yang penuh hikmah itu. Benar
apa yang ustad muda itu sampaikan. Betapa kita sering tak menyadari
apalagi merasakan bahwa hati/batiniah kita sering sakit. Padahal mungkin
sudah lama kita tak merasakan lezatnya beribadah seperti shalat,
membaca al-Quran, shaum, dll; tak merasakan enaknya berinfak di jalan
Allah, berdakwah, melakukan amar makruf nahi mungkar, dll. Bahkan
mungkin sudah lama hati kita pun tak lagi bergetar saat mendengar
ayat-ayat Allah dilantunkan, apalagi sampai pipi kita ini basah oleh
airmata, walau hanya setitik, saat ayat-ayat Allah diperdengarkan.
Padahal Allah SWT telah mengabarkan bahwa andai al-Quran
diturunkan pada gunung-gunung yang kokoh, niscaya dia akan menjadi
hancur-lebur karena takut kepada Allah (QS al-Hasyr: 21).
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyyah-rahimahullah
berkata, “Ketahuilah bahwa keringnya mata dari tangisan adalah karena
kerasnya hati. Hati yang keras adalah hati yang paling jauh dari Allah.”
(Ibn al-Qayyim, Bada’i’ al-Fawa’id, III/743).
Ibnu al-Qayyim rahimahullah membagi hati menjadi tiga jenis.
Pertama: Qalbun Mayyit (Hati yang Mati).
Itulah hati yang
kosong dari semua jenis kebaikan. Sebabnya, setan telah ‘merampas’
hatinya sebagai tempat tinggalnya, berkuasa penuh atasnya dan bebas
berbuat apa saja di dalamnya. Inilah hati orang-orang yang kafir kepada
Allah.
Kedua: Qalbun Maridh (Hati yang Sakit).
Qalbun maridh
adalah hati yang telah disinari cahaya keimanan. Namun, cahayanya
kurang terang sehingga ada sisi hatinya yang masih gelap, dipenuhi oleh
kegelapan syahwat dan badai hawa nafsu. Karena itu, setan masih leluasa
keluar-masuk ke dalam jenis hati seperti ini. Orang yang memiliki hati
yang sakit, selain tak merasakan lezatnya ketaatan kepada Allah SWT,
juga sering terjerumus ke dalam kemaksiatan dan dosa, baik besar ataupun
kecil. Hati yang seperti ini masih bisa terobati dengan resep-resep
yang bisa menyehatkan hatinya. Namun tak jarang, ia tidak bisa lagi
mengambil manfaat dari obat yang diberikan padanya, kecuali sedikit
saja. Apalagi jika tak pernah diobati, penyakitnya bisa bertambah parah,
yang pada akhirnya bisa berujung pada ‘kematian hati’.
Ketiga: Qalbun Salim (Hati yang Sehat)
Qalbun Salim
adalah hati yang dipenuhi oleh keimanan; telah hilang darinya
badai-badai syahwat dan kegelapan-kegelapan maksiat. Cahaya keimanan itu
terang-benderang di dalam hatinya. Orang yang memiliki hati semacam ini
akan selalu merasakan nikmatnya beribadah (berzikir, membaca al-Quran,
shalat malam, dll); merasakan lezatnya berdakwah; merasakan enaknya
melakukan amar makruf nahi mungkar; bahkan merasakan nikmatnya berperang
di jalan Allah SWT.
Di antara sedikit tanda orang yang memiliki hati yang sehat adalah mereka yang Allah gambarkan dalam firman-Nya: Jika dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha Pemurah kepada mereka, mereka tersungkur dengan bersujud dan menangis (TQS Maryam: 58).
Imam Al-Qurthubi
berkata, “Di dalam ayat ini terdapat bukti bahwa ayat-ayat Allah
memiliki pengaruh terhadap hati.” (al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, 11/111).
Inilah juga gambaran hati para salafush-shalih
dan generasi orang-orang terbaik dari kalangan umat ini. Jika salah
seorang dari mereka melewati ayat-ayat yang menceritakan neraka, hati
mereka seperti terasa akan copot karena takut. Jika mereka melewati
ayat-ayat yang mengisahkan surga dan kenikmatannya, terasa persendian
mereka gemetar karena khawatir mereka akan diharamkan masuk surge dan
merasakan kenikmatan yang kekal itu. Dua keadaan inilah yang sering
menyentuh hati mereka hingga mereka sering meneteskan airmata. Air mata
inilah yang justru akan menyelamatkan mereka dari azab neraka sekaligus
memasukkan mereka ke dalam surga. Nabi saw. bersabda, “Ada dua mata
yang tak akan disentuh api neraka: mata yang menangis karena takut
kepada Allah dan mata yang tak tidur di malam hari karena berjaga di
jalan Allah.” (HR at-Tirmidzi).
Jika kita memiliki hati yang sehat seperti ini, bersyukur dan bergembiralah. Itulah tanda bahwa hati kita sehat (qalbun salim). Hanya hati jenis inilah yang akan diterima Allah SWT saat kita menghadap kepada-Nya (QS asy-Syura: 88-89).
Namun, jika hati kita termasuk hati yang sakit, maka segeralah obati dengan tobat, jaga diri dari maksiat, dan perbanyaklah taqarrub
kepada Allah SWT dengan selalu taat. Jangan biarkan hati kita makin
parah sakitnya, karena bisa-bisa akhirnya hati kita menjadi mati. Na’udzu billah.
Wa mâ tawfîqî illâ billâh wa ’alayhi tawakkaltu wa ilayhi unîb.
http://hizbut-tahrir.or.id/2011/01/13/qalbun-maridh%E2%80%99/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar